SOLOPOS.COM - Kapolres Sukoharjo, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan menunjukkan barang bukti kasus penganiayaan bocah Kartasura saat gelar perkara dan barang bukti di Mapolres Sukoharjo, Rabu (13/4/2022). (Solopos-R Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SUKOHARJO – Polisi menjerat dua kakak beradik yang menjadi tersangka penganiayaan terhadap UF, bocah 7 tahun di Ngabeyan, Kartasura, Sukoharjo, dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak dan KUHP. Diketahui, UF meninggal dunia, Selasa (12/4/2022), dengan kondisi tubuh penuh luka lebam.

“Tersangka G dijerat Pasal 80 ayat 1 UU tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan. Sedangkan Tersangka F dijerat Pasal 80 ayat 3 juncto Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun,” kata Kapolres Sukoharjo, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan, saat gelar perkara dan barang bukti kasus penganiayaan di Mapolres Sukoharjo, Rabu (13/4/2022).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kapolres mengatakan awalnya hanya satu pelaku yakni F, 18, yang ditangkap sesaat setelah kasus penganiayaan yang mengakibatkan UF meregang nyawa terungkap. Kemudian, penyidik melakukan pengembangan penyelidikan kasus tersebut dan kemudian menyatakan pelaku bertambah satu yakni G, 24. “Jadi pelaku penganiayaan anak, UF, berjumlah dua orang masing-masing G dan F. Mereka merupakan kakak beradik dan kakak angkat korban,” kata dia.

Baca juga: 2 Kakak Angkat Jadi Tersangka Penganiayaan Bocah Kartasura

Menurut Kapolres, kedua pelaku tega memukuli adik angkatnya lantaran diangap nakal dan diduga kerap mencuri uang toko kelontong. “Dalam kasus ini, ada masalah sosial yang memicu persoalan tersebut. Bisa juga faktor ekonomi keluarga karena kedua orang tua merantau ke luar kota. Sang Bapak bertugas sebagai petugas sipir rumah tahanan (Rutan) sementara ibunya juga merantau ke Jakarta,” ujar dia.

Dalam gelar perkara kasus itu terungkap, tersangka G dan F sama-sama melakukan penganiayaan terhadap UF. Mereka berdua melakukan penganiayaan sejak ibu mereka merantau ke Jakarta sebagai asisten rumah tangga pada Februari lalu.

Terjatuh di Dalam Rumah

Tersangka G pernah memukul UF menggunakan tangan hingga beberapa kali. Bahkan, G pernah memukul menggunakan tongkat pel lantai dan mengikat kaki UF menggunakan tali rafia. Tersangka G juga menampar pipi UF lantaran diduga mengambil uang hasil penjualan di toko kelontong.

Baca juga: Bocah Kartasura Meninggal Dianiaya: Pelayat Luapkan Kekesalan, Kenapa?

Sementara tersangka F juga melakukan penganiayaan berulang kali terhadap UF. Dia juga memukul korban menggunakan potongan bambu dan menjegal UF sehingga terjatuh di dalam rumah pada Selasa siang kemarin. Saat kejadian, kepala UF membentur lantai dan dibawa ke RS PKU Muhammadiyah Kartasura.

Terkait kasus itu, polisi menyita barang bukti dari tangan pelaku berupa tali rafia, rotan, potongan bambu, dan celana pendek milik korban.

Sementara itu, kedua pelaku menyesal telah memukuli adik angkat mereka itu selama beberapa bulan terakhir. Mereka mengaku dididik sejak keras oleh orang tua sejak kecil sehingga pola serupa diterapkan saat membimbing UF di rumah.

“Saya menyesal telah memukuli UF. Secara hati nurani tidak masuk akal. Namun, UF juga sering mengambil uang hasil penjualan di warung. Kalau tidak salah, total uang yang dicuri hingga sekarang Rp500.000. Semua untuk jajan,” kata tersangka G, saat polisi menggelar perkara dan barang bukti kasus penganiayaan bocah Kartasura di Mapolres Sukoharjo, Rabu.

Baca juga: Pilu Bocah Kartasura Meninggal Dianiaya dengan Rotan Oleh Kakak Sepupu

Diketahui, UF tinggal bersama ketiga kakak angkatnya yakni G, F, dan S di rumah yang merupakan lokasi kejadian penganiayaan. Mereka ditinggal oleh kedua orang tua yang merantau ke luar daerah. Sebelumnya, sang ayah yang bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN) di luar daerah tak pernah pulang sejak 2017. Pada Februari lalu, giliran ibu mereka memutuskan merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai asisten rumah tangga.

Membuka Toko Kelontong

Sejak ditinggal pergi kedua orang tua, mereka bertiga yang mengasuh dan membimbing UF yang kini duduk di bangku Taman Kakak-kanak (TK) di Desa Ngabeyan. Mereka juga membuka toko kelontong untuk menambah penghasilan keluarga.

Sehari-hari, G bekerja sebagai karyawan usaha cucian mobil di Kartasura. Dia harus menanggung beban tanggung jawab dua adik kandung dan satu adik angkat yakni UF. Padahal, ayahnya jarang sekali mengirim uang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Baca juga: Sebelum Meninggal, Bocah Kartasura Dipukul dan Dibanting Kakak Sepupu

Sementara itu, pelaku lainnya, F, menyampaikan didikan keras orang tuanya terbawa saat membimbing dan mengasuh UF. Saat kecil, F mengaku kerap dipukul dan diikat di pohon pada malam hari lantaran melakukan kesalahan oleh bapaknya. Spontan pola didikan keras itu muncul saat merasa jengkel melihat UF yang diduga kerap mencuri uang penjualan di toko kelontong.

Namun demikian, F, juga mengaku menyesali perbuatannya. Dia tak mengira saat menjegal kaki UF yang mengakibatkan terjatuh dan terbentur lantai menjadi saat terakhir melihat UF. “Saya menyesal. Rambut UF gundul bukan karena digunduli namun karena banyak kutu rambut. Sehingga, rambutnya dicukur habis,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya