SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak korban kekerasan guru PAUD. (Freepik.com).

Solopos.com, SRAGEN — Persoalan anak di era sekarang, seperti banyaknya kasus pernikahan di bawah umur, narkoba, dan kekerasan terhadap anak telah menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen.

Menyikapi hal itu, Pemkab Sragen tengah menyiapkan konsep untuk membangun selter bagi anak korban kekerasan seksual.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ketua Pangadilan Agama (PA) Sragen, Lanjarto, saat ditemui wartawan, Kamis (29/6/2023), mengungkapkan cukup banyak remaja yang sudah hamil saat mengajukan izin dispensasi ke PA Sragen. Namun, dia tidak memegang data secara riil jumlahnya.

Dalam setahun, Lanjarto menyebut ada sebanyak 300-an orang yang mengajukan dispensasi ke PA Sragen dalam setahun. Dia menjelaskan angka itu tentunya tidak semua disebabkan karena terlanjur hamil duluan tetapi dispensasi itu juga disebabkan karena kebijakan di regulasi.

“Grafik permintaan dispensasi ke PA Sragen itu meningkat tetapi tidak signifikan. Tidak semua orang yang mengajukan dispensasi itu karena hamil tetapi juga karena perubahan ketentuan dalam undang-undang, terutama untuk syarat umur yang awalnya 16 tahun menjadi 19 tahun. Di sisi lain, adanya pengajuan dispensasi karena hamil itu disebabkan karena pergaulan dan kurangnya perhatian orang tua,” jelas Lanjarto.

Dia mengusulkan kepada Pemkab, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) supaya intensif melakukan penyuluhan hukum kepada warga. Selain itu, dia juga berharap ada pelatihan keterampilan yang difasilitasi Pemkab Sragen bagi para calon pengantin itu dengan alasan setelah berumah tangga mereka bisa berdaya.

“Jangan sampai dinikahkan tetapi minus keterampilan!” pintanya.

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, mengakui realitas banyaknya anak yang menikah dini di Sragen. Yuni, sapaannya, menyampaikan banyaknya angka pernikahan usia anak itu bukan sekadar karena ekonomi tetapi juga kurangnya pemahaman mereka terhadap agama.

Yuni heran menikah di usia anak itu seolah menjadi hal yang lumrah di era perkembangan teknologi yang cepat.

“Kondisi itu menjadi tantangan tersendiri bagi Pemkab Sragen, belum lagi masalah narkoba, miras, dan kekerasan terhadap anak. Saat saya keliling untuk pencegahan stunting pun upaya pencegahan terhadap kenakalan anak juga disampaikan,” ujarnya.

Kondisi tersebut, terang Yuni, berpengaruh pada Kabupaten Layak Anak (KLA) yang sekarang sudah berada di level nindya. Dia mengungkapkan kekerasan terhadap anak, seperti perundungan menjadi salah satu indikator penilaian di KLA.

“Catatan survei KLA, Sragen diharapkan memiliki selter untuk anak korban kekerasan seksual. Sekarang ada selter tetapi tidak khusus anak. Dengan selter itu harapannya ada penanganan komprehensif dengan pendampingan terpadu dari unsur keagamaan, kesehatan, psikologi, dan kejiawan. Kami mencari konsep yang tepat dulu. Termasuk selter untuk narkoba,” katanya.

Yuni bersyukur Sragen punya Yayasan Lentera di Tanon yang menjadi tempat rehabilitasi korban narkoba dan bisa terhubung langsung ke Badan Narkotika Nasional (BNN). Dia mengatakan selama ini kalau untuk rehabilitasi harus ke Bogor karena Sragen belum mampu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya