SOLOPOS.COM - Buruh tani memanen padi yang ditanam di salah satu bidang sawah Desa Trasan, Kecamatan Juwiring, Selasa (9/3/2021). Petani tak bisa mendapatkan untung ketika masa panen di saat musim hujan seperti saat ini. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com KLATEN -- Produksi padi selama dua bulan terakhir melimpah menyusul masuknya musim panen raya. Di Klaten, luas panen pada Januari 2021 mencapai 4.037 hektare (ha) dengan produktivitas rata-rata mampu menghasilkan 6,2 ton gabah kering giling (GKG) per ha. Luasan panen meningkat pada Februari 2021 sebesar 5.249,7 ha dengan produktivitas 6,13 ton GKG per ha.

Namun, panen yang melimpah berbanding terbalik dengan nasib para petani. Mereka justru sedih dan merugi lantaran harga panen anjlok. Mereka tak kuasa mengubah harga lantaran sudah ditentukan para tengkulak.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Seperti yang dirasakan Sunardi, 71, petani asal Desa Trasan, Kecamatan Juwiring. Lantaran dihargai rendah, Sunardi memilih memanen sendiri padi yang dia tanam pada sepatok sawah miliknya dengan luasan sekitar 2.000 meter persegi.

Baca juga: PPKM Mikro di Klaten, Kelurahan Andalkan Swadaya Warga

Akhir pekan lalu penebas menawarkan harga Rp3,5 juta untuk memanen seluruh padi yang ditanam dan dirawat Sunardi selama tiga bulan terakhir. Lantaran harganya terlampau murah, Sunardi enggan merelakan padi yang dia tanam kepada penebas.

“Akhirnya saya panen sendiri dan saya dititipkan ke selepan [penggilingan padi]. Tidak tahu nanti dihargai berapa. Jadi sekarang belum memegang hasil panen,” kata Sunardi saat ditemui Solopos.com di sawahnya yang mulai ditata lagi untuk memasuki musim tanam berikutnya, Selasa (9/3/2021).

Kualitas Turun

Nilai tawar pada panen saat ini jauh berbeda jika dibandingkan saat panen menjelang akhir 2020 lalu. Saat itu, padi yang ditanam Sunardi pada sepatok sawah dihargai lebih dari Rp5 juta. Dengan nilai tersebut, Sunardi setidaknya tetap bisa mendapatkan untung. “Biaya produksi per patok itu paling tidak habis Rp2 juta sampai panen,” kata dia.

Sunardi menuturkan rendahnya harga gabah kerap terjadi ketika panen saat musim hujan. Tanaman padi yang terus menerus diguyur hujan membuat kualitas gabah menurun. “Kemudian katanya harga gabah juga turun,” jelas Sunardi.

Baca juga: Mobil MPV Disundul Pikap di Dekat Pasar Plembon Klaten Utara, 1 Orang Luka

Sunardi mengakui masih ada padi yang dihargai lebih rendah dibandingkan yang dia tanam. Dia mencontohkan seperti yang dialami kerabatnya. Beberapa hari yang lalu penebas datang dan menawar padi yang ditanam kerabatnya tersebut seharga Rp1,7 juta per patok. Dengan nilai tersebut, petani justru merugi.

Selain harga panen yang anjlok, Sunardi mengakui saat ini petani dihadapkan keterbatasan kuota serta naiknya harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi. “Harapan petani itu kalau bisa pupuk mudah didapatkan dan harga saat panen juga tinggi,” kata dia.

Rendahnya harga panen padi juga diakui Lanjar Mujiyono, 61, petani lainnya di Desa Trasan. Dia menjelaskan rata-rata padi per patok sawah saat ini dihargai Rp3,5 juta atau lebih rendah dibandingkan sawah yang sudah panen pada Februari lalu dihargai Rp4,5 juta per patok. “Kalau yang panen saat Maret ini nanti harganya jauh lebih rendah,” kata dia.

Petani lainnya, Diyono, 67, mengungkapkan hal serupa. Persoalan lain yang dihadapi petani yakni terkait pupuk bersubsidi yang kuotanya semakin dibatasi dengan harga eceran tertinggi dinaikkan. “Wong tani sakniki gedek-gedek [petani sekarang ini geleng-geleng kepala],” kata dia.

Baca juga: Camat Klaten Selatan Positif Covid-19, Puluhan Pegawai Bakal Di-Swab

Di Bawah HPP

Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP) Klaten, Widiyanti, mengatakan anjloknya harga gabah pada musim panen kali ini lantaran dipengaruhi faktor cuaca. Selain itu, melimpahnya panen padi membuat harga gabah turun.

“Hampir di setiap daerah itu panen dan panennya cukup banyak. Rata-rata harga gabahnya hampir di bawah HPP [harga pembelian pemerintah],” kata dia.

HPP di tingkat petani masih berada pada Rp4.200 per kg GKP (gabah kering panen) dan di tingkat penggilangan Rp4.250 per kg. Sementara, harga gabah saat ini rata-rata Rp3.500-Rp3.800 per kg.

Widiyanti menjelaskan DPKPP tak memiliki kewenangan untuk menentukan harga lantaran kewenangan tersebut berada di Bulog. Atas kondisi itu, Bidang Ketahanan Pangan DPKPP sudah diminta untuk berkoordinasi dengan Bulog agar bisa menyerap hasil panen petani dihargai sesuai HPP.

Baca juga: Tak Perlu Takut Liburan Saat Pandemi, Wisata Air di Ponggok Klaten Jamin Keamanan Pengunjung

“Tetapi memang ada kriteria khusus yang harus dipenuhi seperti kadar air dan sebagainya sesuai standar Bulog. Tetapi saat ini kondisi tanaman padi kadar airnya tinggi,” jelas dia.

Widiyanti menuturkan salah satu strategi yang bisa dilakukan petani yakni tunda jual hasil panen. Namun, tak semua petani memiliki tempat yang luas maupun lantai jemur untuk menyimpan hasil panen.

“Sekarang ini sudah ada sekitar 30 lumbung desa. Petani di sekitar lumbung itu bisa bekerja sama secara bergantian untuk memanfaatkan lumbung desa tersebut,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya