Soloraya
Minggu, 22 Agustus 2010 - 15:57 WIB

Isak tangis sang anak iringi kepergian Kopda Santoso

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Wonogiri (Espos)--Peti mati berselubung kain putih berkerut-kerut itu perlahan-lahan diturunkan ke liang lahat, hanya sesaat setelah bunyi senapan membahana di langit siang yang cerah Minggu (22/8). Sebelumnya, sebuah bendera merah putih menutupi peti yang di dalamnya terbaring seorang anggota Grup-2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Kopral Dua (Kopda) Santoso.

Disaksikan rekan-rekan sejawatnya, keluarga dan kerabatnya, prajurit berusia 33 tahun itu beristirahat dengan tenang di “rumah masa depannya” di Pemakaman Umum Dusun Keblokan, Desa Sendangijo, Selogiri. Di antara kerumunan sanak keluarga dan pelayat, dalam gendongan seorang perempuan, seorang anak laki-laki tak hentinya menangis dan merengek.

Advertisement

Selama prosesi pemakaman itu, anak berusia empat tahun itu tak pernah melepaskan pandangannya dari peti berwarna putih itu. Beberapa kali ia mengucap, “Ingin lihat Bapak, ingin lihat Bapak..” Namun, sang nenek yang berdiri di sebelahnya menahannya.

Bahkan sebelum jenazah Santoso dibawa ke luar rumah duka di wilayah RT 1/RW VIII Keblokan, Sendangijo, Selogiri, anak bernama Afiq Musaid yang masih duduk di bangku TK itu terus bertanya-tanya, “Bapak mau dibawa kemana?” Anak itu rupanya masih bingung dan belum paham bahwa ayahnya sudah pergi meninggalkan dirinya dan dunia ini.

Kopda Santoso diduga menjadi korban pembunuhan berantai seorang dukun pijat di Kragilan, Kartasura, Sukoharjo. Seluruh anggota keluarga termasuk isterinya, Fatmarini dan ayah kandungnya, Sadiman, tidak menyangka korban dibunuh oleh orang yang mestinya diharapkan bisa membebaskannya dari penyakit ambien.

Advertisement


shs

Advertisement
Advertisement
Kata Kunci : Yulianto
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif