SOLOPOS.COM - Perajin menyelesaikan pembuatan batik di showroom Batik Kebon Indah, Desa Kebon, Kecamatan Bayat, Klaten, Jumat (23/4/2021). (Espos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN – Desa Kebon, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah, dikenal sebagai salah satu sentra batik tulis. Tak tanggung-tanggung, harga selembar kain batik di sana dibanderol Rp300.000 hingga Rp3 jutaan.

Desa ini sering didatangi wisatawan dari dalam maupun luar negeri yang ingin belajar membatik. Batik tulis Desa Kebon memiliki ciri khas, yakni pewarnaan alam yang kuat. Di antara warna alam yang sering digunakan di Kebon, seperti indigo, tingi, jolawe, teger, mahoni, daun jati, dan lainnya.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Kepala Desa (Kades) Kebon, Kecamatan Bayat, Sukaca, mengatakan daerahnya sering menjadi jujukan warga dari daerah lain yang ingin belajar membatik dan mewarnai batik dengan pewarna alam. Tak hanya dari daerah yang tersebar di Tanah Air, namun juga dari luar negeri.

“Yang belajar di sini termasuk sentra batik, seperti Pekalongan. Lalu ada Banyumas, Demak, Kudus, dan lainnya. Hari ini dari Jepara. Beberapa tahun lalu, ada juga dari Amerika Serikat. Rata-rata yang datang ke sini, ya belajar membatik, pewarnaan alam, hingga mengelola organisasi atau asosiasi sampai bertahan hingha sekarang [berdiri dari 2009 hingga sekarang],” katanya.

Baca juga: Kisah di Balik Lahirnya Batik Tulis Kebon Klaten yang Khas

Salah seorang pengelola batik tulis di Desa Kebon, Kecamatan Bayat, Dalmini, mengatakan pewarnaan alam menjadi ciri khas batik di wilayahnya. Hal ini menjadi faktor pembeda dengan batik buatan daerah lainnya sehingga banyak yang ingin belajar ke Kebon, seperti rombongan emak-emak asal Jepara yang ditemui Solopos.com, Sabtu (19/2/2022).

“Yang ada di sini saat ini [emak-emak asal Jepara] sebenarnya sudah mahir dalam membatik. Tinggal diarahkan sedikit agar hasil batikannya lebih halus. Lalu kami juga memberikan pelatihan terkait pewarnaan alam. Kami terbuka dengan siapa saja dalam berbagi ilmu. Harga batik tulis di sini berkisar Rp400.000-di atas Rp3 juta per potong [ukuran 1,1 meter X 2,5 meter],” katanya.

Baca juga: Filosofi Batik Glugu Boyolali: Perbedaan Kalau Berkumpul Jadi Indah

Keistimewaan

Batik Tulis Desa Kebon, Kecamatan Bayat populer karena dinilai memiliki faktor pembeda, yakni pewarna alam yang kuat. Batik tulis yang sudah dipasarkan di Tanah Air hingga Amerika Serikat, Jepang, dan Belanda ini mulai dirintis pascagempa tahun 2006.

Bencana alam tahun 2006 yang meluluhlantakkan kawasan Jogja dan Klaten juga dialami warga di Desa Kebon, Kecamatan Bayat. Sebelum muncul bencana dahsyat itu, ibu rumah tangga (IRT) di Desa Kebon banyak yang memiliki pekerjaan sampingan, yakni membantik skala rumahan.

Waktu itu, sejumlah IRT hanya membatik sesuai gambar/desain yang dikirim juragan batik asal Solo, Jogja, dan Klaten. Atas usahanya tersebut, sejumlah IRT memperoleh upah. Di sisi lain, Pemerintah Desa (Pemdes) Kebon masih kesulitan menggali potensi yang diproyeksikan dapat memajukan warga dan Desa Kebon.

Baca juga: Tahukah Anda? Ini 5 Perbedaan Batik Solo dan Jogja

Hingga akhirnya, Desa Kebon, Kecamatan Bayat turut terdampak gempa dahsyat di tahun 2006. Semua orang berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri saat berlangsung gempa. Akibat kejadian itu, sejumlah rumah di Desa Kebon mengalami retak-retak sehingga tak layak ditempati. Alhasil, warga terdampak gempa bumi pun harus tidur di luar rumah dengan beratapkan terpal yang terbuat dari plastik. Hal itu dijalani hingga tiga bulan.

Pascagempa 2006, sejumlah IRT yang awalnya sempat memperoleh order membantik dari juragan asal Solo, Jogja, dan Klaten sempat macet karena semuanya berkonsentrasi untuk recovery wilayah. Di tengah keterbatasan secara ekonomi itu, warga di Desa Kebon mencoba bangkit secara perlahan.

Sejak tahun 2006-2009, order membatik dari juragan batik di Solo, Jogja, dan Klaten dinilai angin-anginan. Hal ini mempengaruhi pendapatan ekonomi warga di Kebon yang mengandalkan rezeki dari membatik di rumah.

Baca juga: Cari Belut, Warga Klaten Temukan Wong Nggantung di Gubuk Tengah Sawah

Memasuki akhir tahun 2009, lembaga internasional yang bertugas mendukung pemulihan bidang perekonomian pascagempa masuk ke Desa Kebon, Kecamatan Bayat. Lembaga ini bernama International Organization Migration (IOM).

Di Desa Kebon, Kecamatan Bayat, IOM melakukan pendataan potensi alam. Hal itu dikomunikasikan lebih lanjut dengan warga dan pemdes. Di antara potensi alam di Desa Kebon berupa pertanian dan batik. Begitu dianalisis lebih lanjut, potensi batik yang menjadi warisan leluhur di Desa Kebon akan dikembangkan agar kelak menjadi potensi unggulan.

Baca juga: Beringin Rawan Tumbang, Umbul Manten Klaten Butuh Pemikiran Akademisi

Awalnya, jumlah IRT di Desa Kebon, Kecamatan Bayat yang dapat membatik mencapai kurang lebig 300 orang. Terhadap IRT yang dapat membatik itu akan dibekali ilmu agar bisa membatik secara profesional. Dari jumlah itu, mengerucut menjadi kurang lebih 169 orang. Seluruhnya merupakan IRT di Desa Kebon. Ratusan IRT lainnya tak didampingi IOM karena persoalan usia yang sudah tua dan tidak memiliki minat mengembangkan batik.

Selama 1,5 tahun, seratusan IRT di Kebon, Kecamatan Bayat didampingi IOM untuk menjadi pembatik andal. Emak-emak di Kebon pun mulai belajar teknik membatik yang benar, memberikan pewarna alam, dan belajar berbagai hal teknis lainnya. Dalam memberikan pelatihan, IOM mendatangkan mentor yang sudah ahli membatik dari Jogja. Tak hanya itu, para IRT juga belajar menghitung bahan baku, menentukan harga jual agar memperoleh keuntungan, hingga cara memasarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya