Soloraya
Senin, 20 Desember 2021 - 22:00 WIB

Jadi Guru Besar, Eks Rektor ISI Solo Soroti Fenomena Seni Retro

Bayu Jatmiko Adi  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Prof Guntur, Guru Besar ISI Solo. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Prof Dr Drs Guntur, MHum, dikukuhkan menjadi Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa/Kriya pada Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia atau ISI Solo, Senin (20/12/2021).

Pada pidato pengukuhannya, Guntur menyoroti mengenai fenomena Kriya Retro yang kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup massyarakat. Tema yang diambil adalah Kriya Retro: Biutifikasi dan Legitimasi Artistik.

Advertisement

“Tema ini sengaja saya pilih karena beberapa dekade terakhir terdapat fenomena menarik, yakni merebaknya praktik produksi dan/atau konsumsi objek kriya retro,” katanya kepada Solopos.com, Senin (20/12/2021).

Guntur mencontohkan saat ini banyak masyarakat yang mengenakan busana batik lawasan pada berbagai acara di ruang publik. Kemudian dalam membangun atau menghias rumah, juga banyak yang memanfaatkan ornamen lawas. Seperti gebyok ukir kayu, baik lawasan atau baru.

Advertisement

Guntur mencontohkan saat ini banyak masyarakat yang mengenakan busana batik lawasan pada berbagai acara di ruang publik. Kemudian dalam membangun atau menghias rumah, juga banyak yang memanfaatkan ornamen lawas. Seperti gebyok ukir kayu, baik lawasan atau baru.

Baca Juga: Mulai Gencar Patroli Nataru, Polresta Solo Fokus pada Peredaran Miras

Kemudian bangunan garasi mobil dan pagar rumah yang dibangun dari material bekas kandang kerbau, serta penggunaan mebel, furnitur, atau aksesori bergaya lama. Bukan hanya di ranah pribadi, pemanfaatan barang gaya lawas juga banyak muncul di ruang publik.

Advertisement

Interior Kota

Sebagian di antaranya bersifat alih fungsi dengan tetap menjaga autentisitasnya, sementara yang lain memanfaatkan material bangunan lama untuk bangunan baru. Interior kota, seperti jalan, pada kedua sisi pedestriannya dilengkapi dengan furnitur berupa mebel bergaya lama.

“Lampu jalan tidak hanya berfungsi sebagai penerangan, tetapi memberi kesan bentuk dan gaya masa lampau,” kata pria yang pernah menjabat Rektor ISI Solo periode 2017-2021 itu.

Baca Juga: Pameran Awul-Awul di Tirtonadi Dikritik, Anggota DPRD Solo Pasang Badan

Advertisement

Dalam pidatonya saat pengukuhan Guru Besar ISI Solo, Guntur menyebut kriya retro saat ini telah menjadi semacam gaya hidup. Hal itu menjadi sangat positif di dunia seni sekaligus menjadi cara untuk mengangkat kembali seni-seni lampau.

“Ini menarik sebenarnya. Ini secara tidak langsung juga sebagai sebuah pengakuan atas puncak reputasi artistik masa lalu. Juga sebagai pengobat kerinduan masa lalu,” jelasnya. Guntur menjelaskan fenomena retro di dunia seni sudah muncul sejak era 1960-an. Bahkan sejak abad ke-18, hal itu juga sudah muncul.

Kebutuhan Seni dan Keindahan

“Bangunan abad ke-18 terinspirasi bangunan Yunani. Kalau dilihat, istana [Kepresidenan] di Indonesia juga mengacu pada ke sana [retro]. Ada tiang Doria atau Ionia, itu sebenarnya juga bagian dari retro. Baik istana di Jogja, Bogor maupun Jakarta,” lanjutnya.

Advertisement

Baca Juga: Puluhan Pemilik Toko Tolak Penataan Koridor Gatsu – Ngarsopuro Solo

Sementara dalam pengaplikasiannya, fenomena kriya retro saat ini lebih pada kebutuhan seni dan keindahan. Bukan lagi mengenai fungsional benda di masa lampau. Bangunan lumbung beras zaman dulu yang terbuat dari kayu tidak mesti dipakai lagi sebagai lumbung beras pada penerapan di masa sekarang.

Bisa jadi bangunan itu menjadi salah satu ruang makan di warung makan bergaya klasik. Lesung kayu juga bisa dimanfaatkan sebagai dasar meja. “Poinnya retro itu kebutuhan nostalgia memori individu atau kolektif bisa tercukupi. Tidak persoalan apakah itu hanya esensinya atau aksesorinya,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif