SOLOPOS.COM - Ketua Komisi I DPRD Sragen Thohar Ahmadi, Rabu (9/8/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — DPRD dan Pemkab Sragen menunggu proses hukum di kepolisian atas kasus dugaan penipuan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) palsu yang mencatut nama Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Setidaknya ada empat pemerintah desa yang menggunakan jasa LPPM palsu dengan nama label MAP itu dalam proses perekrutan perangkat desa.

Keempat pemerintah desa itu terdiri atas Gilirejo Lama (Kecamatan Miri), Jati (Kecamatan Sumberlawang), Klandungan (Kecamatan Ngrampal), dan Sambungmacan (Kecamatan Sambungmacan).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sragen, Pudji Atmoko, mengaku terlibat dalam proses seleksi perangkat desa. Tugas DPMP adalah monitoring dan evaluasi (monev) penjaringan dan penyaringan dalam pelaksanaan uji kompetensi calon perangkat desa.

“Saat proses uji kompetensi calon perdes di Jati, kami diundang untuk monev dan tempatnya di Jogja. Saya mengutus dua pegawai DPMD untuk ikut mengawasi dan menanyakan, karena biasanya LPPM kok ini MAP. Jawabannya, kalau LPPM itu untuk peserta yang banyak, sedangkan MAP untuk peserta 5-10 orang,” kata Pudji saat ditemui wartawan di kompleks rumah dinas (rumdin) Bupati Sragen, Rabu (9/8/2023).

Saat itu pihaknya percaya begitu saja dan sekarang baru ketahuan kalau ada indikasi MAP itu palsu karena mencatut nama UGM. Bola sekarang ada di UGM karena mereka yang melaporkan ke aparat penegak hukum.

“Kami menunggu hasil proses hukum itu. Mekanisme yang ada sudah sesuai ketentuan. Kalau di luar yang empat desa itu kemungkinan pengisian perdes lewat jalur mutasi. Kalau jalur mutasi bisasanya desa jalan sendiri dan tidak laporan ke kecamatan atau dinas. Yang menggunakan jasa MAP ya kami tahu baru empat desa itu,” jelasnya.

Dia menjelaskan mutasi merupakan bagian dari cara pengisian perdes. Dalam mutasi juga ada uji kompetensi yang juga menggunakan jasa LPPM, sesuai Perda dan Perbup. Bagi desa yang ingin menggunakan jasa LPPM UGM, diminta langsung menghubungi wakil rektornya.

“Awalnya UGM juga tidak tahu. Setelah ada aduan dari desa baru tahu. Bupati kemudian menginstruksikan ke DPMD agar desa yang menggunakan LPPM mana pun harus melapor ke kecamatan yang diteruskan ke DPMD. DPMD yang berkirim surat ke kampus terkait supaya ikut mengawasi,” katanya.

Komunikasi Tak Sinkron

Komisi I DPRD Sragen, Thohar Ahmadi, sudah memanggil DPMD, Camat Sumberlawang, Inspektorat, dan Bagian Hukum terkait kasus tersebut. Ia sempat meminta jadwal proses pengisian perangkat di Desa Jati kepada Camat Sumberlawang, tetapi sampai Rabu siang belum dikirim.

“Indikasi LPPM abal-abal itu baru diketahui setelah proses berlangsung dan memasuki babak akhir, yakni uji kompetensi. Mestinya desa dan kecamatan itu bisa mengecek validitas lembaga itu sebelum kerja sama. Saya melihat dari awal sudah salah,” ujarnya.

Ia menilai ada ketidaksinkronan komunikasi antara DPMD, kecamatan, dan desa. Ada anggapan DPMD dan kecamatan terlalu ikut campur dan  intervensi jika ikut mengawasi proses seleksi.

Dia berencana memanggil pemerintah kecamatan terkait untuk mengetahui kebenaran proses pengisian perangkat desa. “Kemarin sudah memanggil Sumberlawang, mungkin berikutnya memanggil Miri, Ngrampal, dan Sambungmacan. Kami akan meminta koordinasi desa, kecamatan, dan PMD itu terus ditingkatkan,” katanya.

Apakah hasil seleksi perangkat desa yang menggunakan jasa LPPM palsu perlu dianulir, menurunya, hal ini itu menggu keputusan hukum

.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya