SOLOPOS.COM - Petani muda memanen cabai di lahan seluas 2.000 meter persegi di Desa Jimbar, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Kamis (9/3/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Program pemberdayaan masyarakat berbasis pertanian hortikultura di Desa Jimbar, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, sukses meningkatkan ekonomi warga desa dan mengubah anak muda yang tadinya merantau menjadi petani sukses.

Program Petani Muda Bergaya itu bahkan mampu menurunkan urbanisasi hingga 5%. Kepala Desa Jimbar, Sutrisno, mengatakan program Petani Muda Bergaya mulai berjalan sejak 2011 yang menyasar kalangan pemuda desa.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Program ini bertujuan mengubah petani naluri menjadi petani nalari. Dia menjelaskan petani naluri yaitu mereka yang bertani karena tradisi dan hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan pangan. Mereka tidak berorientasi pada keuntungan sehingga tidak ada kemajuan atau peningkatan ekonomi.

Petani naluri biasa menanam tanaman pangan seperti jagung, padi, atau ubi. Hasil  panen dari cara bertani seperti itu sangat sulit menyejahterakan petani. Sebab keuntungan yang didapatkan sangat sedikit dibandingkan dengan usaha yang dikerjakan. Bahkan kerap merugi.

Sedangkan petani nalari yaitu petani yang berorientasi pada keuntungan dan berusaha meningkatkan ekonomi. Selain tanaman pangan, mereka juga menanam tanaman hortikultura. Hasil penjualan panen dari pertanian seperti itu jauh lebih menguntungkan. Hal itu membuat kalangan anak muda Desa Jimbar, Wonogiri, tertarik jadi petani sukses dan tidak lagi merantau.

“Sebanyak 80% penduduk Desa Jimbar [dari total penduduk 2.963 jiwa] itu bekerja sebagai petani. Tapi mereka petani kultural. Jadi bertani itu sekadar mencari aman, asal bisa makan. Tidak berorientasi agar  lebih maju secara ekonomi,” kata Sutrisno saat berbincang dengan Solopos.com di Desa Jimbar, Kamis (9/3/2023).

Menurunkan Urbanisasi

Saat ini ada sekitar 50 petani muda dengan rentang umur 20-40 tahun yang bekerja sebagai petani hortikultura. Banyak dari mereka merupakan warga yang sebelumnya merantau bekerja sebagai buruh. Ketertarikan mereka untuk bertani tidak lain karena merasa lebih untung dibandingkan pendapatan dari bekerja di perantauan.

Selain itu, mereka bisa berkumpul setiap hari dengan keluarga. “Dulu awal-awal itu program ini berjalan ada 90 anak muda yang terjun, tapi kemudian beberapa dari mereka menyerah. Yang konsisten itu yang 50-an warga,” ucap dia.

Sutrisno mengklaim melalui program itu bisa mengantarkan anak muda Jimbar, Wonogiri, jadi petani sukses, menurunkan urbanisasi dan mencegah anak muda merantau keluar Wonogiri. Jumlah warga merantau yang tadinya mencapai 13% dari total 2.963 penduduk, kini tinggal 8%.

Salah satu petani muda Desa Jimbar, Rifan, 32, menjadi salah satu petani yang sudah merasakan manisnya hasil dari bertani tanaman hortikultura. Rifan memutuskan menjadi petani sejak 2017 lalu setelah sebelumnya merantau di Solo bekerja menjadi buruh berjualan pakaian.

Rifan menanam tanaman hortikultura seperti cabai dan terung di lahan seluas sekitar 2.500 meter persegi. Lahan seluas itu bisa ditanami sebanyak 1.000 batang pohon cabai dengan biaya produksi sekitar Rp4 juta.

Tak Menyerah Meski Gagal Panen

Baru-baru ini, Rifan berhasil panen cabai tapi hampir 50% buah cabainya rusak karena faktor curah hujan tinggi dan panas. “Dengan kondisi seperti itu dan harga jual cabai sekitar Rp25.000/kg, saya masih bisa dapat Rp25 juta selama tiga bulan masa panen,” kata pemuda Jimbar, Wonogiri, yang menjadi petani sukses tersebut.

Petani muda lain di Desa Jimbar, Fendi, 25, mengaku baru satu tahun ini memutuskan bertani hortikultura. Seperti Rifan, Fendi semula merantau ke Solo. Selain tidak ingin lagi menjadi buruh untuk orang lain, dia juga menginginkan ada peningkatkan ekonomi melalui bertani. 

Awal bertani, Fendi menanam terung dan berhasil panen. Kemudian dia mencoba menanam cabai tapi sayangnya gagal panen. Kendati begitu, dia tidak menyerah dan masih mencoba untuk menanam cabai lagi.

“Alasan saya karena saya enggak mau ikut orang terus. Selain itu, hasilnya memang menguntungkan. Kalau dibandingkan dengan kerja sebelumnya, jauh [lebih menguntungkan bertani],” katanya.

Sementara itu, salah satu pionir petani muda di Desa Jimbar, Narno, 42, mengatakan bertani hortikultura tidak selalu untung. Dia mengaku sudah gagal berkali-kali tapi juga berhasil berkali-kali. Menurut dia, peluang keberhasilan dan kegagalan panen pertanian hortikultura sebanyak 50%-50%.

“Tapi, kerugian akibat dua kali gagal, bisa ditutupi dengan satu kali panen. Kalau sudah paham betul, tindakan pencegahan agar tidak gagal panen itu bisa dilakukan,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya