Soloraya
Jumat, 28 Juli 2023 - 18:18 WIB

Jaga Tradisi, 1.000 Takir Jenang Suran Masjid Agung Solo Dibagikan Gratis

R Bony Eko Wicaksono  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panitia mempersiapkan bubur yang akan dibagikan ke warga yang mengantre di kawasan Masjid Agung, Solo, Jumat (28/7/2023). Panitia memasak kurang lebih 50 kilogram beras untuk dijadikan Jenang Suran yang dimulai sejak pukul 13.00 WIB dan dibagikan ke warga serta Anak Yatim pada pukul 16.00 WIB tersebut diselenggarakan oleh Takmir Masjid Agung Solo sebagai perayaan tahun baru Muharram 1445 H. (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Solopos.com, SOLO–Sebanyak 1.000 takir jenang suran dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Tradisi turun temurun di Dinasti Mataram Islam itu sebagai simbol rasa syukur serta pengharapan atas keselamatan dan kemudahan hidup yang diberikan Allah SWT kepada manusia.

Pantauan Solopos.com di halaman Masjid Agung Solo, Jumat (28/7/2023), sebanyak delapan tampah bambu dilapisi daun pisang. Jenang suran yang terbuat dari bubur beras yang dicampur santan langsung dituangkan ke tampah bambu. Sementara itu, ratusan warga tampak mengantre untuk mendapatkan satu takir jenang suran.

Advertisement

Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Gatot Sutanto, mengapresiasi kegiatan pembuatan dan pembagian jenang suran kepada masyarakat. Tradisi itu sangat identik dengan budaya Jawa yang dilestarikan secara turun temurun.

“Ini tradisi turun temurun sejak zaman Raja Kesultanan Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Dulu, namanya jenang panggul. Dari beras juga tidak ada bedanya,” ujar dia, Jumat.

Gatot mengatakan tradisi jenang suran itu menjadi salah satu budaya Jawa yang harus diuri-uri dan dilestarikan. Terutama, bagi generasi muda agar memahami perjalanan sejarah sehingga mau melestarikan dan menjaganya.

Advertisement

Dia berharap tradisi itu digelar setiap tahun Tahun Baru Islam. “Jenang Suran ini simbol atau lambang rasa syukur kepada Allah SWT. Harus dijaga dan dilestarikan kemudian hari,” papar dia.

Sementara itu, Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, K.G.P.H. Dipokusumo mengatakan tradisi jenang suran bagian dari menghormati leluhur Dinasti Mataram Islam. Sebelum dibagikan kepada masyarakat, jenang suran didoakan terlebih dahulu.

Doa tersebut berisi rasa syukur dan berbagai pengharapan manusia agar selalu diberi keselamatan dan kemudahan dalam menjalani hidup. “Tradisi ini sudah turun menurun sehingga harus dijaga,” ujar dia.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif