SOLOPOS.COM - Seorang abdi dalem Keraton Mangkunegaran membersihkan Gong Kyai Mendung Eko Doyo Wilogo saat prosesi jamasan [pencucian] pusaka di kawasan Objek Wisata Waduk Gajah Mungkur (WGM), Minggu (25/11/2012). Gong tersebut merupakan salah satu pusaka milik Keraton Mangkunegaran yang kini disimpan di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri. (JIBI/SOLOPOS/Ayu Abriyani KP)

Enam pusaka milik Keraton Mangkunegaran yang ada di Kabupaten Wonogiri dikirab sebelum dilakukan jamasan atau pembersihan, di Objek Wisata Waduk Gajah Mungkur (WGM) Minggu (25/11/2012). Jamasan pusaka itu sebagai wujud pembersihan diri untuk menyambut 1 Muharram 1434 Hijriyah atau dalam budaya Jawa yakni 1 Sura. (JIBI/SOLOPOS/Ayu Abriyani KP)

Suasana hiruk-pikuk terlihat di kawasan Objek Wisata Waduk Gajah Mungkur (WGM) kala itu, Minggu (25/11/2012). Bukan cuma para wisatawan yang mendatangi tempat itu untuk berekreasi, terlihat pula puluhan orang dengan pakaian adat Jawa. Para laki-laki mengenakan atasan berupa jas warna hitam dengan bawahan kain jarik plus blangkon yang dikenakan di kepala. Sementara, para perempuan juga mengenakan baju kebaya dengan bawahan kain jarik. Bagian rambut digelung membentuk konde.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Sekitar pukul 09.00 WIB, mereka berbaris dan berjalan menuju panggung yang telah disiapkan untuk prosesi. Tiga ekor gajah yang memimpin barisan tersebut. Gajah itu milik Pemerintah Kabupaten Wonogiri yang berada di WGM. Di belakang gajah, ada barisan yang membawa enam macam pusaka. Ada yang berupa keris, tombak dan gong.

Pusaka itu merupakan milik Keraton Mangkunegaran yang disimpan di tiga kecamatan di Kabupaten Wonogiri. Tiga pusaka yang disimpan di wilayah Kecamatan Selogiri yakni Kyai Korowelang yang berupa keris. Juga dua buah tombak yang masing-masing bernama Kyai Totok dan Kyai Jaladara. Sedangkan di Kecamatan Girimarto, ada satu keris yang bernama Semar Tinandu dan tombak yang bernama Kyai Limpung. Juga ada satu pusaka berupa gong yang diberi nama Kyai Mendung Eko Doyo Wilogo yang disimpan di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri.

Sesampainya di panggung, dilakukan prosesi serah terima dari Pemkab ke keluarga Keraton Mangkunegaran yang akan menyucikan atau menjamas keenam pusaka tersebut. Di lokasi jamasan, tersedia beberapa tembokor yang diisi dengan berbagai jenis bunga yang disebut kembang setaman. Di dekatnya ada beberapa anglo kecil yang diisi dengan arang dan sesekali ditaburi bubuk kemenyan yang mengeluarkan aroma yang khas.

Saat itu, ada seorang perempuan paruh baya yang setia menunggu prosesi jamasan hingga selesai. Ia pun rela berdesak-desakkan dengan pengunjung lainnya di lokasi jamasan. Mujiyem, 70, yang merupakan warga Bantarangin, Kecamatan Wonogiri itu sengaja menunggu hingga prosesi selesai agar ia bisa mendapat kembang setaman yang digunakan mencuci pusaka.

“Setiap tahun saya selalu kesini [acara jamasan pusaka]. Saya mau minta bunga [kembang setaman] untuk disimpan dan dikeringkan. Saya percaya bunga itu berkhasiat. Dulu, saat cucu saya sakit, bunga itu dimasukkan ke dalam air dan dioleskan di bagian tubuh yang sakit. Cucu saya akhirnya sembuh,” kata Mujiyem dalam Bahasa Jawa. Oleh sebab itu, Mujiyem tidak mau ketinggalan untuk mendapatkan bunga itu kembali.

Di sisi lain, Pengageng Wadana Satria Keraton Mangkunegaran, Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) Lilik Priarso Tirtodiningrat, mengatakan makna jamasan pusaka tersebut sebagai wujud pembersihan diri. Yakni saat memasuki tahun baru Jawa atau 1 Suro yang dalam penanggalan Islam disebut 1 Muharram.


Seorang abdi dalem Keraton Mangkunegaran membersihkan Gong Kyai Mendung Eko Doyo Wilogo saat prosesi jamasan [pencucian] pusaka di kawasan Objek Wisata Waduk Gajah Mungkur (WGM), Minggu (25/11/2012). Gong tersebut merupakan salah satu pusaka milik Keraton Mangkunegaran yang kini disimpan di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri. (JIBI/SOLOPOS/Ayu Abriyani KP)

“Pusaka merupakan salah satu wujud jati diri manusia. Membersihkan pusaka berarti membersihkan diri untuk memulai tahun baru dan harapan baru agar menjadi manusia yang lebih baik,” ujarnya saat ditemui wartawan di sela-sela acara, Minggu.

Menurutnya prosesi ini tidak harus di waktu tertentu, yang penting masih dalam bulan Suro. Hanya, prosesinya dilakukan setelah prosesi jamasan pusaka di dalam Keraton Mangkunegaran. Lilik menyatakan jumlah pusaka milik Keraton Mangkunegaran ada puluhan. Tapi, yang berada di luar Solo hanya ada di dua kabupaten yakni Wonogiri dan Karanganyar. Pusaka itu merupakan peninggalan dari Raden Mas (RM) Said saat Perjanjian Salatiga.

Selain acara jamasan pusaka, juga ada acara ruwatan yang diikuti 17 orang perserta terdiri atas lima orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Hiburan lain berupa wayang kulit dan Jaran Kepang. Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Wonogiri, Pranoto, saat mengatakan pemilihan waktu jamasan sengaja pada hari Minggu untuk menarik pengunjung agar datang ke WGM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya