SOLOPOS.COM - Kondisi Punden Sedayu yang juga dikenal dengan Sendang Kenanga menjadi cikal bakal Dukuh Dayu, Desa Jurangjero, Kecamatan Karangmalang, Sragen, Jumat (16/6/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Nama Dukuh Dayu yang terletak di wilayah Desa Jurangjero, Kecamatan Karangmalang, Sragen, cukup familier di telinga warga Bumi Sukowati atau Sragen.

Dukuh yang terdiri atas tiga rukun tetangga (RT) tersebut tenar karena adanya Taman nDayu Park milik keluarga Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Di dukuh itu pula, mantan Bupati Sragen Untung Wiyono tinggal.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Dukuh ini terdiri atas RT 027, 028, dan 029. Nama Dayu ternyata diambil dari nama punden berupa sendang kecil di lingkungan RT 027, Dukuh Dayu. Punden itu konon merupakan tempat seorang empu keris yang dikenal Empu Sedayu.

Berdasarkan sejumlah referensi, Empu Sedayu diduga merupakan sosok yang sama dengan Empu Pangeran Sedayu memiliki nama asli Empu Supo Madrangi yakni seorang empu keris dari Majapahit yang hidup pada abad XV. Empu Supo Madrangi ini merupakan adik dari Empu Tumenggung Supodriyo Zidni yang beristri Dewi Rasawulan atau adik Sunan Kalijaga. Keris buatan Empu Supo Madrangi yang terkenal bernama Kiai Nagasasra, Kiai Sangkelat, dan Kiai Carubuk.

Sesepuh di Dukuh Dayu, Darmo Ijoyo, 75, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (16/6/2023), mengungkapkan Punden Sedayu yang di dalamnya terdapat Sendang Kenanga merupakan cikal bakal Dukuh Dayu. Dia membenarkan nama Dayu itu memang diambil dari nama Punden Sedayu. Dulu Dukuh Dayu ini berada di sebelah timur sungai karena Punden Sedayu terletak di timur sungai.

“Pada zaman Belanda itu, Lurah Gembong yang terkenal dengan sebutan Mbah Ronggo itu memindahkan sejumlah penduduk di timur sungai ke ke barat sungai. Hingga sekarang permukiman Dukuh Dayu hanya ada di barat sungai,” jelasnya.

Darmo Ijoyo yang memiliki nama kecil Dalimin itu bercerita Empu Sedayu itu seorang pandai besi dan pembuat keris. Dia mengatakan ada yang menyebutnya sebagai Empu Gandring. Saat ini, lokasi besalen atau bengkel pandai besi masih ada tetapi tinggal bekas-bekasnya. Besalen itu berlokasi di atas bukit yang konon lokasinya cukup angker.

“Tempat pompa besalennya masih terlihat growong. Di dekat besalen itu juga ada sumber airnya dan sampai sekarang masih ada. Seperti halnya Sendang Kenanga di lokasi Punden Sedayu itu sampai sekarang juga masih ada airnya. Setiap Jumat Pon, setelah panen, warga biasa melakukan sadranan atau bersih desa,” ujarnya.

Dia menerangkan lokasi punden itu di pinggir sungai sebelah timur yang dipagari tembok keliling. Pagar tembok itu dibangun seorang bayan zaman dulu setelah hajatnya terkabul. Adapun lokasi makam Empu Sedayu tidak diketahui karena di lokasi itu juga tidak ada pusaranya.

“Di sana tinggal sosok penunggu, seorang lak-laki bertubuh tinggi besar, berpakaian serba hitam, dan jenggotnya sampai ke dada. Kemungkinan penunggu yang tidak kelihatan itu merupakan cantriknya saat zaman dulu. Sosok itu dikenal warga sebagai Eyang Kenanga,” ujarnya.

Dia menjelaskan nama kenanga itu diambil dari dua pohon kenanga berukuran besar di lokasi dekat sendang itu. Dua pohon itu sekarang sudah tumbang karena dimakan usia dan tinggal tunggaknya. Warga kemudian menanam pohon beringin di dekat sendang itu.

“Sendang itu kemungkinan buatan wali karena tidak tahu asal usulnya. Mata air sendang itu muncul dari bawah. Dari kacamata supranatural, banyak ditemukan sejumlah keris di bantaran sungai mulai dari wilayah Dayu sampai Saradan. Termasuk keris dapur nagasasra juga ada,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya