Soloraya
Sabtu, 22 Juli 2023 - 00:13 WIB

Jejak Kampung Siluman di Lereng Merapi Klaten, Hilang Tersapu Erupsi 1930

Taufiq Sidik Prakoso  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bukit ditumbuhi pinus dan rumput di kawasan lereng Gunung Merapi yang dulunya pernah terdapat perkampungan bernama Saluman atau Siluman di Kemalang, Klaten. Foto diambil Rabu (19/7/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Erupsi Gunung Merapi tahun 1930 atau hampir 100 tahun lalu menyisakan kisah pilu nan menyayat hati bagi masyarakat di kawasan lereng, khususnya di wilayah yang sekarang terkenal sebagai Kampung Siluman di Kemalang, Klaten.

Perkampungan itu lenyap diterjang erupsi Gunung Merapi pada 1930 dan hingga ditinggalkan warganya. Kampung itu kini berada di kawasan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) dan berdekatan dengan Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Klaten.

Advertisement

Bekas perkampungan itu berjarak antara 5 kilometer (km) hingga 6 km dari puncak Gunung Merapi. Kawasannya kini berupa bukit hutan ditumbuhi rerumputan. Pohon pinus yang menjulang menjadi vegetasi yang mendominasi kawasan bekas perkampungan itu.

Udara di kawasan itu sejuk. Rapatnya pepohonan membuat kawasan tersebut teduh. Di sisi barat serta utara bekas Kampung Siluman di lereng Merapi Klaten yang lenyap tersapi erupsi pada 1930 itu berbatasan dengan hulu Kali Woro. Batas kali dan bukit hutan itu berupa tebing curam berkedalaman lebih dari 100 meter.

Advertisement

Udara di kawasan itu sejuk. Rapatnya pepohonan membuat kawasan tersebut teduh. Di sisi barat serta utara bekas Kampung Siluman di lereng Merapi Klaten yang lenyap tersapi erupsi pada 1930 itu berbatasan dengan hulu Kali Woro. Batas kali dan bukit hutan itu berupa tebing curam berkedalaman lebih dari 100 meter.

Jarak bekas Kampung Siluman dengan permukiman terdekat di Sidorejo sekitar 700 meter. Akses menuju kampung itu berupa jalan setapak. Sesekali trek yang dilalui berupa jalan setapak di tepian tebing curam tanpa pengaman.

Jalan setapak itu selama ini menjadi jalur bagi warga untuk mencari rumput. Ada yang berjalan kaki ada pula yang naik sepeda motor. Ketua RT 016, Desa Sidorejo, Jenarto, mengatakan ada beberapa sebutan bekas kampung itu.

Advertisement

Jack mengatakan bukit hutan yang memanjang itu dulunya perkampungan. Hingga pada 1930, Kampung Siluman di lereng Merapi Klaten itu lenyap diterjang erupsi.

“Sehingga oleh warga yang masih selamat, kampung itu ditinggalkan. Ada yang ke Deles, Ngemplak, dan Butuh Kulon [kampung di Desa Sidorejo],” kata Jack.

Cerita tentang Kampung Siluman Dianggap Pamali

Jack tak mengetahui secara persis luas perkampungan itu termasuk jumlah warga yang tinggal di kampung itu sebelum ditinggalkan. Warga pernah berupaya menggali informasi soal sejarah panjang Kampung Siluman kepada warga yang pernah menjadi penghuni perkampungan itu semasa hidupnya.

Advertisement

“Ketika kami tanya, mentok di kronologi kejadian erupsi dan beliau tidak mau cerita lagi. Karena ada semacam pamali untuk menceritakan itu,” jelas Jack.

Kampung Siluman diyakini memiliki kawasan yang cukup luas karena kampung itu dulunya diyakini terdapat kompleks permakaman. Jack mengatakan jejak Kampung Siluman hingga kini masih ada berupa pekarangan dan makam.

Setidaknya ada tiga makam di kawasan bekas Kampung Siluman di lereng Merapi Klaten yang hilang tersapi erupsi itu. Kawasan bukit hutan yang dulunya merupakan perkampungan tersebut dimanfaatkan warga sebagai tempat untuk mencari rumput pakan ternak.

Advertisement

Kawasan tersebut juga terus dirawat keasliannya oleh warga. “Karena warga juga bergantung pada hutan bekas kampung itu, sekarang dimanfaatkan untuk mencari rumput,” kata dia.

Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II BTNGM, Akhmadi, mengatakan jejak sejarah bekas Kampung Saluman masih terus digali. Dia menjelaskan kawasan di lereng Gunung Merapi itu ditunjuk menjadi Taman Nasional sejak 2004. Sebelumnya, kawasan lereng Gunung Merapi itu di bawah pengelolaan Perhutani.

“Kami masih mencoba menggali dan masyarakat yang mungkin lebih paham. Tetapi bagi taman nasional, hal-hal yang semacam itu, sekiranya itu baik untuk sosial masyarakat, menjunjung tinggi budaya, sejarah, dan sebagainya serta mendukung konservasi dan tidak ada yang bertentangan saya kira akan lebih sinkron,” kata Akhmadi.

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com, erupsi tahun 1930 dikenal sebagai letusan Gunung Merapi paling dahsyat dan paling mematikan dalam sejarah. Salah satu saksi hidup letusan 93 tahun lalu, Mbah Slamet, yang tinggal di Kapenawon Turi, Sleman, DIY.

Mbah Slamet yang masih anak-anak saat letusan itu terjadi menuturkan saking dahsyatnya letusan, lahar mengalir deras dan mengubur sungai dekat dusunnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif