SOLOPOS.COM - Edy Sulistyanto, 68, salah satu warga keturunan Tionghoa sekaligus tokoh pelestari wayang orang di Klaten, Selasa (17/1/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Peran warga keturunan etnis Tionghoa di Klaten dalam pelestarian budaya Jawa tak bisa dianggap sebelah mata. Sejak dulu, mereka terlibat aktif melestarikan budaya Jawa terutama pentas wayang orang.

Pada 1963, kaum Tionghoa di Klaten sudah main wayang orang. Dibantu Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS), klub wayang orang Tionghoa Klaten berdiri dengan nama Padma Budaya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Hal itu seperti yang dituliskan salah satu tokoh keturunan etnis Tionghoa sekaligus tokoh wayang orang di Klaten, Edy Sulistyanto, dalam buku berjudul Dinamika Kaum Tionghoa Klaten dari Masa ke Masa.

Padma Budaya menjadi bukti pembauran secara alamiah antara warga keturunan Tionghoa dengan warga Jawa di Klaten. Para penabuh gamelan kebanyakan orang Jawa sementara para pemain wayang orang campuran antara orang Jawa dan Tionghoa.

Padma Budaya beberapa kali pentas menyajikan beragam lakon seperti Bambang Pramusinto, Srikandi Edan, serta Sumantri Ngenger. Ditemui Solopos.com di rumahnya, Selasa (17/1/2023), Edy menceritakan pada era 1990-an pernah ada klub wayang orang dengan anggota para pengusaha keturunan Tionghoa di Delanggu.

Klub wayang orang itu juga menjadi pembauran secara alamiah antara warga Jawa dengan warga keturunan Tionghoa di Klaten. Klub wayang orang di Delanggu terbentuk secara spontan untuk memeriahkan HUT ke-50 Kemerdekaan Indonesia di Lapangan Merdeka Delanggu.

Penampilan wayang orang itu mendapatkan sambutan meriah. “Saat itu yang main ada pengusaha, kemudian ada dari Koramil, tukang becak, dan lain-lain,” kata Edy yang kini berusia 68 tahun.

Tampil di Bentara Budaya Jakarta

Klub wayang orang dari Delanggu itu kemudian diundang tampil di Kodim Klaten. Bahkan, klub itu pernah tampil di Bentara Budaya Jakarta. “Saat main di Bentara Jakarta itu menjelang peristiwa Mei 1998. Sempat degdegan juga dengan dagelan-dagelan yang ditampilkan,” kata Edy.

Pascareformasi, klub wayang orang yang merupakan pembauran warga keturunan Tionghoa dengan Jawa tersebut sempat tampil di Gedung Wayang Orang Sriwedari. Klub wayang orang itu kemudian bubar setelah satu per satu personelnya meninggal dunia.

Namun, jejak warga keturunan Tionghoa dalam upaya pelestarian seni dan budaya di Klaten masih terus berlanjut. Edy Sulistyanto atau yang akrab disapa Edy Amigo menjadi salah satu tokoh warga keturunan yang berjasa menghidupkan wayang orang di Klaten.

Edy merupakan penggagas Festival Ketoprak Pelajar (FKP). Menggandeng maestro ketoprak dari Jogja, almarhum Bondan Nusantara, Edy bersama Amigo menyelenggarakan FKP.

Dari awalnya peserta hanya dari sekolah di wilayah Klaten, FKP berkembang dengan melibatkan peserta dari sekolah di Jawa Tengah. Setelah 10 tahun mengelola FKP, Edy kemudian menyerahkan pengelolaan FKP kepada Dewan Kesenian Klaten.

Sekretaris Umum Dewan Kesenian Klaten, Djoko Sardjono, mengakui kiprah warga keturunan etnis Tionghoa dalam pelestarian budaya Jawa. Selain wayang orang, ada warga keturunan Tionghoa yang berkesenian karawitan.

“Kami salut dengan semangat warga keturunan Tionghoa dalam pengembangan seni budaya. Itu terbukti dengan pernah ada pergelaran khusus yang pemainnya itu warga Tionghoa semua,” kata Djoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya