SOLOPOS.COM - Jembatan Mojo menjadi akses penghubung utama Kota Solo-Sukoharjo. (Bony Eko Wicaksono/JIBI/Solopos)

Para pengrajin kain pantai Mojolaban siap-siap keluar ongkos dua kali lipat untuk transportasi ke Solo.

Solopos.com, SUKOHARJO — Puluhan kain warna putih berjejer rapi di gawangan terbuat dari kayu. Panjang kain putih itu sekitar dua meter dengan lebar sekitar 1,5 meter.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kain putih itu merupakan bahan utama kerajinan sarung pantai yang banyak dijumpai di bantaran Sungai Bengawan Solo tepatnya di Desa Gadingan, Kecamatan Mojolaban. (Baca: Jembatan Mojo Ditutup, Jarak Mojolaban-Solo Tambah Jauh 10 Km)

Ada lebih dari 30 pengrajin yang menggantungkan hidup dari kerajinan sarung pantai di desa itu. Mayoritas produk sarung pantai dipasarkan di wilayah Soloraya terutama Pasar Klewer, Kota Solo.

Biasanya, mereka bepergian ke Kota Solo untuk memasok produk sarung pantai sebanyak dua kali-tiga kali dalam sepekan. Mereka melewati Jembatan Mojo yang menjadi akses penghubung utama antara Kota Solo dengan Sukoharjo.

Waktu tempuh perjalanan dari Gadingan, Sukoharjo menuju Pasar Klewer, Kota Solo hanya sekitar 20 menit. “Rute perjalanan terdekat menuju Pasar Klewer melewati Jembatan Mojo. Biasanya, saya mengirim sarung pantai ke pasar pada pagi hari saat kondisi arus lalu lintas masih cukup sepi,” kata seorang pengrajin sarung pantai Desa Gadingan, Anwar, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (20/10/2017).

Dia sulit membayangkan bagaimana saat Pemkot Solo bakal menutup jembatan Mojo selama 10 hari pada 24 Oktober-4 November mendatang. Penutupan jembatan dilakukan menyusul pengerjaan proyek perbaikan jembatan.

Tanpa jembatan itu, para pengrajin sarung pantai harus memutar menuju arah Palur, Mojolaban, atau Pranan, Polokarto. Anwar harus merogoh kocek lebih dalam lantaran biaya operasional membengkak.

“Biaya transportasi bisa naik dua kali lipat saat memasok barang dagangan ke Solo [Pasar Klewer]. Kemungkinan saya memilih melewati Pranan, Polokarto selama penutupan jembatan,” papar dia.

Penutupan Jembatan Mojo dinilai bakal memengaruhi geliat perekonomian di wilayah Mojolaban. Terdapat ratusan warung makan, toko, rumah toko (ruko) yang berjejer mulai dari sebelah timur Jembatan Mojo hingga Pasar Bekonang.

Aktivitas perekonomian di wilayah itu sangat bergantung pada akses infrastruktur penghubung antara Sukoharjo-Kota Solo. Sejatinya, para pelaku usaha tak menolak rencana penutupan jembatan lantaran mereka memahami manfaat perbaikan jembatan.

“Tak hanya menambah biaya operasional, kami juga rugi waktu lantaran harus memutar arah belasan kilometer menuju Solo,” ujar seorang pemilik toko kelontong, Bambang.

Bambang berharap waktu penutupan Jembatan Mojo dikurangi dari sepuluh hari menjadi sepekan atau lima hari. Solusi alternatif lainnya, jembatan tetap bisa dilewati pengguna jalan namun hanya satu jalur.

Pengguna jalan dari Solo maupun Sukoharjo bisa melewati jembatan secara bergantian selama pengerjaan proyek perbaikan jembatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya