Soloraya
Rabu, 26 Juni 2024 - 12:28 WIB

Jomplang Jumlah Lulusan SMA dan Perguruan Tinggi di Solo, Ini Penyebab Utamanya

Wahyu Prakoso  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi komodifikasi pendidikan tinggi. (berdikarionline.com)

Solopos.com, SOLO– Perbandingan warga Solo yang tamat SMA dengan lulusan perguruan tinggi jomplang atau 2:1. Persoalan pendidikan di Indonesia kompleks.

Meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Solo ranking ke-3 di Jawa Tengah pada 2023, masih ada PR dalam dimensi dasar, misalkan tingkat pendidikan yang ditamatkan warga Solo.

Advertisement

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Solo, mayoritas warga Solo merupakan lulusan sekolah menengah atas, yakni 191.430 jiwa. Kelompok lulusan perguruan tinggi di angka 80.772 jiwa. Kemudian lulusan SMP 79.464 jiwa. Disusul lulusan SD sebanyak 70.243 jiwa.

Jumlah angkatan kerja Solo dari lulusan SMA sebanyak 144.057 jiwa. Jumlah orang yang bekerja sebanyak 136.166. Pengangguran pada lulusan SMA sebanyak 7.941 orang.

Advertisement

Jumlah angkatan kerja Solo dari lulusan SMA sebanyak 144.057 jiwa. Jumlah orang yang bekerja sebanyak 136.166. Pengangguran pada lulusan SMA sebanyak 7.941 orang.

Sedangkan angkatan kerja Solo dari lulusan perguruan tinggi sebanyak 61.803 orang, masing-masing warga yang bekerja 58.323 orang dan warga yang menganggur sebanyak 3.480 orang.

Pegiat Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS), Pardoyo menjelaskan warga lebih banyak tamatan sekolah menengah atas dibandingkan tamatan perguruan tinggi bukan hanya dialami Solo, namun fenomena nasional.

Advertisement

Dia menjelaskan alokasi anggaran yang diterima sekolah penggerak semakin berkurang dari tahun ke tahun. Pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah (Pemda) berkomitmen memberikan dukungan. Namun, Pemda kurang memberikan anggaran.

“Kemudian di tingkat pendidikan tinggi, saya melihat sama saja, seolah pemerintah pusat semakin lepas tangan,” jelas dia kepada Solopos.com, Senin (24/6/2024).

Menurut dia, perguruan tinggi negeri tampak seolah berlomba menaikkan uang kuliah tunggal (UKT). Hal ini dilakukan karena alokasi anggaran pendidikan pada perguruan tinggi lebih banyak mengalir ke sekolah kedinasan di luar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud).

Advertisement

Dia menjelaskan alokasi anggaran untuk sekolah kedinasan/ perguruan tinggi kementerian lain (PTKL) sekitar Rp32 triliun. Sedangkan untuk PTN di bawah Kemendilbud hanya Rp7 triliun.

“Untuk PTN hanya Rp7 triliun dibagi sekian banyak PTN yang ada, akhirnya setiap PTN mendapatkan hanya bagian sedikit,” ujar dia.

Kemudian, kata dia, pemerintah mengarahkan PTN menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). Banyak perguruan tinggi belum siap.

Advertisement

“Akhirnya bukannya mandiri dengan wirausaha yang menghasilkan dana. Namun, hanya mengeruk dana dari orang tua siswa dengan menaikkan UKT,” jelas dia.

Menurut dia, ada beberapa lulusan SMA yang minder dengan tingginya beban UKT. Sedangkan Solo masih ada PR mengenai angka pengangguran.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif