SOLOPOS.COM - Penampilan anak-anak Desa Sedayu dalam Festival Kampung Bocah Z Generation di Balai Desa Sedayu, Pracimantoro, Wonogiri, Sabtu (1/7/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Desa Sedayu, Pracimantoro, Wonogiri, memiliki cara unik menangkal efek buruk gawai sekaligus mewadahi bakat anak-anak serta melindungi mereka dari masalah sosial seperti tindak asusila dengan menggelar Festival Kampung Bocah.

Pantauan Solopos.com, Sabtu (1/7/2023) malam, ratusan pasang mata warga tertuju ke pendapa kecil di Kantor Desa Sedayu. Malam itu, pendapa yang biasa digunakan untuk tempat musyawarah warga berubah menjadi panggung pertunjukan bagi anak-anak desa.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Raut wajah gembira, sorak-sorai, dan gelak tawa bercampur menjadi satu ditunjukkan para warga yang duduk lesehan tepat di depan panggung dan pelataran sekitar kantor desa. Mereka asyik menyaksikan anak-anak desa yang tengah tampil menunjukkan kebolehan bakat di panggung sederhana itu.

Salah satu penampilan yang menyita perhatian penonton di Festival Kampung Bocah Desa Sedayu, Pracimantoro, Wonogiri, malam itu yaitu Tari Lilin. Tarian itu ditampilkan sembilan anak yang membawa sepasang lilin di tangan kanan-kiri mereka.

Diiringi musik tradisional Jawa, sembilan anak itu berpakaian serba hitam dengan sampur merah terikat di pinggang dan berbalut kain batik. Mereka melenggak-lenggok sembari memainkan lilin-lilin laiknya piring pada tarian Tari Piring asal Solok, Sumatra Barat.

Meski tampak gugup, anak-anak perempuan penari itu tetap mencoba menyunggingkan bibirnya hingga timbul senyum merekah dari wajah mereka. Tak hanya penampilan tari, sejumlah penampilan lain dari anak-anak desa yang berusia pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga SMP.

Mereka unjuk gaya menampilkan berbagai kesenian. Ada 24 penampil pada hari itu antara lain membaca geguritan, musikalisasi puisi, drama, dan ditutup pagelaran wayang kontemporer.

Festival Kampung Bocah  Z Generation 2023 di Desa Sedayu, Pracimantoro, Wonogiri, yang digelar dua hari Sabtu-Minggu (1-2/7/2023). Warga Sedayu yang menjadi inisiator acara tersebut, Faris Wibisono, menerangkan acara itu untuk mewadahi anak-anak Sedayu dan sekitarnya unjuk minat dan bakat mereka. 

Pesan Peringatan untuk Orang Tua

Lebih daripada itu, menurut Faris yang juga lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, acara tersebut juga membawa pesan peringatan kepada warga khususnya orang tua dan guru bahwa sekarang ini anak-anak menghadapi permasalahan sosial yang kompleks mulai dari tindak asusila, pergaulan bebas, hingga perundungan.

Festival yang baru kali pertama digelar tingkat desa itu ditujukan sebagai pemantik para warga untuk melihat persoalan-persoalan sosial yang dihadapi anak-anak tersebut. Faris menjelaskan akhir-akhir ini banyak kasus tindak asusila dengan korban anak-anak.

festival kampung bocah sedayu wonogiri
Penampilan anak-anak Desa Sedayu dalam Festival Kampung Bocah Z Generation di Balai Desa Sedayu, Pracimantoro, Wonogiri, Sabtu (1/7/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Tidak hanya di rumah, bahkan hal itu terjadi di lingkungan sekolah. Maka selain pertunjukan kesenian anak, orang tua juga dilibatkan dalam festival itu. Sekitar 300 orang tua berkumpul, berdialog, dan berdiskusi tentang masalah anak dan pengasuhan anak.

“Dengan begitu, setidaknya orang tua itu jadi tahu bahwa ada masalah yang mengintai anak-anak mereka, misalnya dengan maraknya kasus asusila terhadap anak. Sehingga mereka perlu bersikap. Ini semacam warning,” kata Faris saat berbincang dengan Solopos.com selepas Festival Kampung Bocah di Balai Desa Sedayu, Pracimantoro, Wonogiri, Minggu malam. 

Dia melanjutkan pertunjukan kesenian anak itu juga untuk menunjukkan anak-anak perlu ruang belajar yang menyenangkan, aman, dan sarat nilai-nilai kebudayaan luhur, sekaligus merdeka sesuai dengan keinginan anak. Mereka dibebaskan untuk menampilkan apa saja. 

Faris menyebut festival itu juga menempatkan anak-anak sebagai subjek atau pokok pembicaraan. Anak-anak berhak mendapatkan penghidupan dan lingkungan yang layak. Termasuk pada proses belajar. 

“Desa sebenarnya punya tanggung jawab dan memiliki bargaining position untuk menyikap fenomena gunung es [tindak asusila di Wonogiri] dengan cara berbeda, lain, tetapi pesannya bisa tersampaikan,” ujar dia.

Sadar Efek Negatif Gawai

“Ini bisa disebut juga upaya preventif,” imbuhnya. Kepala Desa Sedayu, Pracimantoro, Wonogiri, Aisiyah Manis Gayatri, menyampaikan selain mewadahi anak-anak untuk unjuk bakat, Festival Kampung Bocah itu juga sebagai pengingat bagi anak dan orang tua bahwa masih ada ruang-ruang belajar lain yang tidak melulu soal gawai.

Dia menerangkan orang tua saat ini begitu mudah untuk memberikan smartphone kepada anak tanpa pengawasan. Hal itu seperti menjadi cara pintas bagi orang tua untuk mendidik anak agar anak tidak rewel.

Aisiyah tidak memungkiri gawai begitu banyak manfaat bagi anak untuk belajar, tetapi sekaligus memberikan efek negatif jika tanpa pengawasan orang tua. Dia mencontohkan komunikasi antaranggota keluarga kerap tidak terjalin baik karena masing-masing dari mereka sibuk bermain handphone. 

Akibatnya, kata dia, hubungan emosional mereka tidak terbangun. Tidak ada pengawasan antaranggota keluarga. Oleh karena itu, dalam Festival Kampung Bocah di Desa Sedayu, Pracimantoro, Wonogiri, itu juga diadakan lomba dolanan tradisional seperti dakon, egrang, dan cikcok.

“Ini untuk menunjukkan ada ruang-ruang bermain sekaligus belajar lain untuk anak selain HP. Walaupun, kenyataanya mereka sudah tidak mengenali permainan itu, mereka enggak bisa memainkan pada saat lomba. Ini menunjukkan ada gap kebudayaan yang cukup jauh,” jelas Aisiyah.

Dalam festival itu, seluruh sekolah di SD Sedayu mulai dari PAUD hingga SMP dilibatkan. Masing-masing sekolah wajib mendelegasikan siswanya untuk tampil dalam festival. Hal itu sebagai bentuk kerja sama antara orang tua, sekolah, sekaligus pemerintah desa untuk memastikan anak mendapatkan pola asuh dan pendidikan yang baik.

“Desa bisa melakukan itu melalui dana desa. Kami sama-sama, berkolaborasi untuk benar-benar menciptakan desa layak anak, bukan sekadar slogan,” ucap Aisiyah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya