Soloraya
Rabu, 6 November 2019 - 17:22 WIB

Kades Lampar Boyolali Ditahan Polisi

Tamara Geraldine  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tahanan (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI -- Kepala Desa (Kades) nonaktif Lampar, Kecamatan Musuk, Boyolali, Dwi Sugiyanto, ditahan polisi sejak Senin (4/11/2019). Dwi Sugiyanto ditahan setelah ditetapkan tersangka kasus pungutan liar (pungli).

Berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali. Kapolres Boyolali AKBP Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan saat ini berkas masih diperiksa penyidik Kejari.

Advertisement

“Tinggal menunggu P21 dari Kejaksaan Negeri. Kades nonaktif [Lampar], Dwi Sugiyanto, sudah ditahan sejak dua hari yang lalu,” kata dia saat ditemui Solopos.com, Rabu (6/11/2019).

Mobil Baru Dipakai Latihan Nyetir, Ringsek Tertimpa Pohon di Sragen

Salah satu warga Desa Lampar yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Lampar (AMPL), Karmin, mengapresiasi kinerja Kapolres dan Kasatreskrim Polres Boyolali yang telah memproses kasus dugaan pungli di Desa Lampar.

Advertisement

“Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, akhirnya kades nonaktif Dwi Sugiyanto resmi ditahan kepolisian. Kami akan mengawal kasus ini sampai tuntas hingga pengadilan. Kami juga tidak mau kasus ini diselesaikan di luar jalur hukum,” ujarnya.

Sebelumnya, Dwi Sugiyanto sudah mendapatkan sanksi skors selama enam bulan dari Inspektorat Boyolali dan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Boyolali.

Boyolali Undercover: Muda-Mudi Ngamar di Hotel Part 3, Sering Check-in Dapat Diskon

Advertisement

Skors berlaku sejak Jumat (25/10/2019) lalu berdasarkan hasil audit Inspektorat Boyolali terkait dugaan penyimpangan sejumlah dana pembangunan.

Sementara polisi menetapkan Dwi Sugiyanto sebagai tersangka dalam kasus pungutan liar kepada sejumlah ketua RT di Desa Lampar. Polisi sudah memanggil sejumlah ketua RT ditambah sekretaris desa dan perangkat desa untuk dimintai klarifikasi terkait persoalan tersebut.

Hasilnya, masing-masing ketua RT dimintai pungutan dengan nilai bervariasi antara Rp2 juta-Rp9 juta untuk membangun jalan. Padahal jalan seharusnya tidak dibangun dari dana yang bersumber dari pungutan, melainkan menggunakan dana desa (DD).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif