SOLOPOS.COM - Gapura perbatasan Kabupaten Wonogiri-Kabupaten Sukoharjo terdapat di Desa Nambangan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Foto diambil belum lama ini. (Rudi Hartono/Solopos)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah mahasiswa pendatang yang menempuh pendidikan tinggi di Wonogiri mengaku kaget saat kali pertama tiba di Kota Sukses. Mereka menilai situasi di Wonogiri tak sesuai espektasi awal.

Hal itu disampaikan beberapa mahasiswa salah satu sekolah tinggi di Wonogiri yang berasal dari luar daerah. Salah satunya Tissa Arum Fandari, 20, mahasiswa asal Lampung yang kali pertama datang ke Wonogiri pada 2021 lalu.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sebelum datang ke Wonogiri, Arum membayangkan daerah ini layaknya Solo atau Yogyakarta. “Karena kan Wonogiri dekat dengan Solo dan Jogja. Saya pikir tidak jauh berbeda dengan kedua kota ini. Ternyata sama sekali berbeda,” kata Arum saat berbincang dengan Solopos.com di kawasan Sekretariat Daerah Wonogiri, Jumat (32/3/2023).

Sebelum ke Wonogiri, mahasiswa pendatang itu sempat mencari informasi soal kabupaten terluas nomor empat di Jawa Tengah tersebut, khususnya letak sekolah tinggi yang menjadi tempat dia belajar.

Dia mengetahui tempat itu berada tidak jauh dari pusat kota Wonogiri. Ketika sudah tiba di Wonogiri, Arum diajak temannya untuk jalan-jalan ke pusat kota, tempatnya di Alun-Alun Giri Krida Bakti.

“Waktu di Alun-Alun itu, saya tanya ke teman. Kotanya di mana? Terus temenku jawab, ini sudah di kota. Saya kaget, ternyata kotanya seperti ini,” ucap dia.

Meski begitu, Arum mengaku merasa nyaman tinggal di Wonogiri. Menurut dia, warga Wonogiri begitu ramah kepada warga pendatang. Sebagai mahasiswa pendatang yang indekos di Wonogiri, Arum kerap menerima pemberian berbagai hal dari warga sekitar indekos seperti makanan.

“Harga makan juga masih murah dibandingkan dengan Lampung. Di sini Rp15.000 itu sudah makan enak, kayak ayam, ikan, sama minum.”

Dia menilai hubungan sosial antarwarga di Wonogiri sangat baik. Selama dia hidup di Wonogiri, Arum belum pernah mendapati masalah sosial yang berarti. Kerukunan warga cukup terjaga.

“Harga makan juga masih murah dibandingkan dengan Lampung. Di sini Rp15.000 itu sudah makan enak, kayak ayam, ikan, sama minum,” ujar Arum.

Sayangnya, lanjut dia, tempat menongkrong di Wonogiri masih minim. Sebagai seorang yang doyan main dan makan, Arum tidak punya banyak pilihan tempat untuk sekadar kongko dengan teman-temannya.

Dia juga cukup kesulitan untuk belanja kebutuhan sandang seperti pakaian atau sepatu. Arum terpaksa pergi ke Solo atau Yogyakarta untuk mencari kebutuhan itu. Apalagi, untuk mencari hiburan, dua kota itu menjadi andalannya.

Sulit Mencari Hiburan

“Kalau dapat jodoh orang sini, atau orang sekitar Wonogiri, saya mau tinggal di sini, berumah di sini. Toh menurut saya dengan Solo dan Jogja dekat. Kalau mau jalan-jalan tinggal ke sana,” kata mahasiswa pendatang asal Lampung di Wonogiri itu.

Hal senada diungkapkan Weni Cahyanti, 20, mahasiswa Program Studi Komunikasi Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Wonogiri. Kesan pertama Weni begitu datang ke Wonogiri pada 2022 lalu adalah cuacanya panas. Hal itu cukup berbeda dengan daerah asalnya, Temanggung.

Weni tidak begitu kaget ketika datang ke Kota Sukses. Sebab dia sudah mencari banyak informasi, terutama dari kakak-kakak tingkatnya.

“Walaupun rumah saya itu di Temanggung, tetapi entah kenapa saya merasa Wonogiri ini pelosok gitu. Kalau mau main-main ke mana juga bingung,” kata dia.

Menurut mahasiswa pendatang dari Temanggung itu, tempat-tempat wisata di Wonogiri juga masih sedikit. Tempat wisata yang ada pun menurutnya kurang terawat. Weni biasa bermain di Plaza Waduk Gajah Mungkur.

Tempat itu, kata dia, cukup bagus untuk sekadar nongkrong dengan teman-teman. Sayangnya kerap banyak sampah berserakan, termasuk di waduk.

Senada dengan Arum, Weni juga cukup kesulitan ketika ingin mencari hiburan. Ada cerita menarik yang dia tuturkan. Ketika dia mendapatkan kabar akan ada pembangunan mal di Wonogiri pada 2022, dia dan teman-temannya sangat senang.

“Akhirnya akan ada mal di Wonogiri. Begitu, dulu. Tapi waktu sudah jadi, kami ke sana. Kok kayak bukan mal. Ternyata itu mal pelayanan publik,” kelakar Weni.

Warga lain asal Cilacap, Crisfany, mengira Wonogiri lebih padat dan ramai dibandingkan daerah asalnya. Pada kenyataannya justru sebaliknya. Crisfany juga merasa bingung ketika hendak mencari tempat nongkrong di Wonogiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya