SOLOPOS.COM - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Tengah (Jateng), Andi Herman, didampingi Kepala Kejari Solo, Prihatin, dan Wawali Solo, Teguh Prakosa, mengikuti peluncuran Rumah Restorative Justice secara virtual oleh Kejakgung, Rabu (16/3/2022). (Solopos/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Tengah (Jateng), Andi Herman, menjamin keberadaan rumah restorative justice yang dibuka di Kepatihan Wetan, Jebres, Solo, Rabu (16/3/2022), tidak akan mencederai rasa keadilan bagi korban.

Sebagai informasi, salah satu fungsi keberadaan rumah restorative justice itu salah satunya untuk menyelesaikan permasalahan termasuk tindak kejahatan ringan dengan pendekatan restorative justice atau penyelesaian di luar pengadilan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Muncul kekhawatiran, penyelesaian secara restorative justice akan mencederai rasa keadilan bagi korban. Terkait anggapan ini, Kejati menjamin penanganan problem sosial yang berkonsekuensi hukum tetap memenuhi unsur keadilan bagi para korban.

Baca Juga: Rumah Restorative Justice Dibuka di Kepatihan Wetan Solo, Ini Fungsinya

Sebab restorative justice, termasuk yang akan dijalankan di Omah Kampoeng Perdamaian, Kepatihan Wetan, Solo, diterapkan ketika ada persetujuan perdamaian dari korban. Penjelasan tersebut ia sampaikan saat wawancara dengan wartawan seusai mengikuti peluncuran 31 rumah restorative justice di Indonesia, Rabu (16/3/2022).

Herman ditemani Wakil Wali Kota (Wawali) Solo Teguh Prakosa dan Kepala Kejari Solo Prihatin mengikuti acara itu secara virtual di rumah restorative justice yang berada di Kepatihan Wetan, Jebres, Solo. Rumah itu diberi nama Omah Kampoeng Perdamaian.

“Lah ini karena harus ada persetujuan, tidak bisa dilakukan kalau tidak ada kesepakatan damai. Syaratnya itu. Dengan kesepakatan damai kan kita berharap tidak ada lagi konflik yang tersisa, semua selesai,” ujarnya.

Baca Juga: Restoratif Justice Kejari Grobogan, Pelaku Pencurian Menangis Bahagia

Kesepakatan Damai

Selain kesepakatan damai di antara pihak yang berkonflik, menurut Herman, ada unsur lain yang harus dipenuhi untuk penerapan restorative justice. Unsur itu seperti penerimaan oleh masyarakat, tokoh agama, tokoh ada, dan pemerintah.

Di Jateng ada tiga daerah yang memiliki rumah restorative justice dan telah diresmikan operasionalnya, yaitu Solo, Magelang, dan Rembang. Di luar itu ada lima daerah lain yang tengah diusulkan punya rumah restorative justice.

Ke lima daerah tersebut yaitu Brebes, Jepara, Semarang, Karanganyar, dan Temanggung. “Hasil video conference saya dengan seluruh Kajari, semua antusias bisa menghasilkan satu rumah restorative justice. Semoga ada 36 rumah,” harapnya.

Baca Juga: Karanganyar Bikin Kampung Restorative Justice Untuk Urus Perkara Ringan

Lebih jauh, Herman menjelaskan ada beberapa syarat atau kriteria sebuah problem sosial atau hukum bisa dibawa ke rumah restorative justice. Di antara syarat itu yakni tindakan yang ancaman hukuman kurungannya di bawah lima tahun.

Selain itu ada syarat kerugian materiil dari korban kurang dari Rp2,5 juta. Permasalahan tersebut juga tak menimbulkan efek hukuman berat atau dampak yang meluas di masyarakat. Pelaku juga baru satu kali melakukan pelanggaran itu.

“Pelaku yang sudah berulangkali melakukan tindakan kesalahan itu tidak masuk syarat yang bisa diselesaikan secara restorative justice. Kemudian ancaman pidananya juga bukan yang ancaman hukuman lebih dari lima tahun,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya