SOLOPOS.COM - Oke Hatta Rajasa (tengah) bersama rombongan Tim Merah Putih Prabowo-Hatta mengacungkan jari telunjuk sembari mengajak warga memilih nomor urut satu dalam pilpres mendatang di depan Pasar Klewer Solo, Rabu (2/7/2014). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO—Istri calon wakil presiden (cawapres) Hatta Rajasa, yakni Oktiniwati Ulfa Dariah Rajasa, bersama para ibu anggota Tim Merah Putih Prabowo-Hatta blusukan ke tiga pasar tradisional, yakni Pasar Legi, Pasar Gede, dan Pasar Klewer, Rabu (2/7/2014). Okke Hatta Rajasa, sapaan akrabnya, melihat banyak pasar tradisional di Solo yang terhimpit oleh maraknya pasar modern.

Blusukan pasar itu dimulai dari Pasar Legi pada pukul 08.00 WIB, kemudian Pasar Gede, dan Pasar Klewer. Anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN) Muhammad Hatta dan Ketua DPD PAN Solo Umar Hasyim tampak turut serta mendampingi istri Ketua Umum PAN itu.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Kedatangan mereka ke pasar tradisional disambut hangat para pedagang. Beberapa dari mereka berdialog langsung dengan Okke.

“Di sini [Pasar Klewer] ada batik jadi yang hanya Rp25.000. Pasar ini sangat potensial menggarap pekerja rumahan. Membuat batik, dari membuat pola hingga pewarnaan, melibatkan 5-7 orang. Kalau bisa jadi industri rumahan, tentu potensial. Di pasar lain, ada yang bilang pasarnya sepi. Ada pula yang merasa tergerus dengan pasar modern. Bahkan, juga ada yang nitip surat tentang kesejahteraan sertifikasi pelaut,” ujar Okke saat ditemui wartawan di Pasar Klewer, Rabu siang.

Okke melihat ada ciri khas yang dimiliki Solo. Ia menyebut Solo sebagai the soul of Java. Kota Bengawan itu menjadi miniaturnya Jawa. Namun, Okke menyayangkan dengan penataan kota yang belum maksimal, terutama dengan label Kota Heritage atau Kota Budaya.

“Mungkin omong-omong sudah, tetapi belum terstruktur dengan baik. Pasar-pasar tradisionalnya masih terhimpit dengan pasar modern. Seharusnya pasar modern bisa ditata. Maksud saya, boleh saja modernisasi masuk tetapi menghilangkan atau menggerus tradisi yang ada [pasar tradisional],” tegasnya setelah melihat langsung tiga pasar tradisional dan menerima keluhan pedagang.

Bumbu Wijen

Okke mengaku menemukan bumbu wijen dalam pecel Solo. Bumbu wijen itu merupakan makanan raja-raja. Dia menyayangkan bumbu khas Solo itu belum dikemas dengan baik sehingga belum banyak dilirik pembeli dari luar.

Selain itu, Okke juga melihat potensi batik yang luar biasa di Solo. Dengan batik, tambah dia, sempat lahir Serikat Dagang Indonesia (SDI) yang merupakan satu-satunya organisasi dagang di Indonesia. Dia menginginkan batik tulis tetap dipertahankan meskipun muncul batik modern, seperti cap dan printing.

Potensi itu, bagi Okke, bisa menjadi industri kreatif yang luar biasa. Seperti Pasar Legi yang menampung berbagai jenis bumbu dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut dia, tinggal mengubah kemasannya, bumbu-bumbu itu bisa laku keras di pasaran.

Ia berpesan kepasa Pemkot Solo agar menjalankan peraturan daerah (perda) secara maksimal dan jangan sampai terjadi tumpang tindih dalam penataan pasar tradisional.

“Tampaknya, penataan pasar di Solo agak tumpang tindih. Pemda setempat perlu menata kembali alurnya. Tetapi potensinya luar biasa. Kalau Jepang punya Kyoto, maka kita [Indonesia] punya Solo,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya