SOLOPOS.COM - Kampung Batik Laweyan (Dok/Solopos)

Warga beraktivitas di salah satu gang di Kampung Batik Laweyan, Solo, Minggu (29/9/2013). Kampung Batik Laweyan yang hampir seluruh bangunan rumah warga memiliki arsitektur kuno, menjadi salah satu lokasi wisata di Kota Solo. (JIBI/SOLOPOS/Maulana Surya)

Warga beraktivitas di salah satu gang di Kampung Batik Laweyan, Solo, Minggu (29/9/2013). Kampung Batik Laweyan yang hampir seluruh bangunan rumah warga memiliki arsitektur kuno, menjadi salah satu lokasi wisata di Kota Solo. (JIBI/SOLOPOS/Maulana Surya)kampung

Solopos.com, SOLO — Praktik perombakan bangunan di kawasan cagar budaya Kampoeng Batik Laweyan diseriusi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. BPCB segera menurunkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran tersebut.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kasi Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB Jateng, Gutomo, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (2/10/2013), menegaskan perombakan bangunan cagar budaya (BCB) selepas implementasi UU No.11/2010 tentang Cagar Budaya harus seizin pihaknya.

Gutomo menjelaskan, kawasan cagar budaya hanya sebatas dibolehkan beralihfungsi tanpa mengubah bentuk bangunan. Diberitakan sebelumnya, sekitar 30% bangunan kuno di Kampoeng Batik Laweyan hancur karena alih fungsi.

“Kalau mau merombak, mestinya lapor dulu. Nanti segera kami cek di lapangan,” ujarnya.

Gutomo menegaskan, warga yang kedapatan merusak cagar budaya diancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Untuk menerapkan aturan UU tersebut, pihaknya akan mengecek waktu perombakan bangunan. Pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak jika renovasi dilakukan sebelum UU disusun.

“Kami pikir warga sudah tidak berani merombak bangunan setelah lahirnya UU. Sanksinya jelas,” ucap dia.

Pihaknya justru menyayangkan lemahnya pengawasan Pemkot terkait banyaknya bangunan kuno yang beralihfungsi. Dia menilai rencana perombakan bangunan bisa diketahui saat warga mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Lebih jauh, Gutomo mengusulkan Pemkot segera menyusun perda tentang pengelolaan dan perawatan cagar budaya untuk mengantisipasi hal serupa di masa depan.

“Sosialisasi harus terus digencarkan.”

Sementara itu, sejarawan muda, Heri Priyatmoko, menuding Pemkot tidak becus dalam menjaga warisan sejarah kampung batik. Menurutnya, ada komunikasi yang terputus antara warga dengan Pemkot ihwal pengelolaan cagar budaya.

Heri pun memertanyakan keberadaan Tim Advokasi Cagar Budaya (TACB) yang seolah mandul mengantisipasi pelanggaran UU. Selama ini, Heri menganggap TACB hanya bekerja jika ada kasus tentang cagar budaya. Padahal, menurutnya, fungsi TACB bisa dimaksimalkan untuk memberi kampanye hingga kelurahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya