SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi
Solopos.com, SOLO — Meski telah direalisasikan di Pringgading, Stabelan, Banjarsari, program kampung deret ternyata belum tercantum di rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kota Solo.
Dalam arah kebijakan kota, penataan hunian kumuh masih bertumpu pada program rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan rumah tidak layak huni (RTLH).
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Solo, Agus Djoko Witiarso, mengaku belum mengetahui persis konsep rumah atau kampung deret yang dilontarkan Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo.
Menurutnya, program tersebut belum dibahas detail di internal Pemkot.
“Terminologi kampung deret di sini saya belum tahu. Apakah sama dengan Jakarta yang menyasar warga pinggir sungai atau seperti apa,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Selasa (24/9/2013).
Pihaknya mengatakan solusi hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih terbatas pada program rusunawa dan RTLH. Meski demikian, Agus mengakui program tersebut selama ini belum mengkaver mayoritas warga miskin di Kota Bengawan.
Slum area atau kawasan kumuh di perkotaan, imbuhnya, masih banyak ditemui di sejumlah wilayah seperti Semanggi, Pasar Kliwon.
“Masih terdapat hunian kumuh yang menempati tanah hak milik maupun tanah negara.”
Sementara itu, Wali Kota, F.X. Hadi Rudyatmo, siap menyasar hunian di kawasan bantaran Sungai Pepe, Kelurahan Keprabon, sebagai kampung deret selanjutnya. Pembangunan itu dinilai selaras dengan upaya penataan sempadan sungai.
“Setelah Pringgading nanti Keprabon. Yang penting rakyat punya tempat tinggal yang layak,” ucapnya.
Rudy mengatakan, konsep kampung deret di Keprabon tetap menggandeng perbankan dalam pembiayaan. Warga, imbuhnya, bisa mengakses BLUD Griya Layak Huni untuk program pinjaman lunak.