SOLOPOS.COM - Pupuk NPK Phonska. (Istimewa/Dokumentasi PT Petrokimia Gresik)

Solopos.com, WONOGIRI—Masalah seputar kartu tani sebagai sarana penebus pupuk bersubsidi masih belum teratasi, termasuk di Wonogiri. Aturan yang ditetapkan tak sepenuhnya bisa dilaksanakan. Petani pun berimprovisasi atau mengakali agar tetap bisa memperoleh pupuk bersubsidi.

Data yang Solopos.com peroleh dari Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan Pangan) Wonogiri, Jumat (28/1/2022), sejak diberlakukannya kartu tani untuk menebus pupuk bersubsidi, beberapa tahun lalu, belum semua petani menggunakan kartu tani untuk menebus pupuk bersubsidi di kios pupuk lengkap (KPL).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Hingga 2021 lalu kartu tani yang tercetak sebanyak 179.662 keping. Jumlah itu sama dengan jumlah petani yang terdaftar berdasar rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) di RDKK elektronik (E-RDKK). Kartu tani tercatat 173.446 keping atau 96,5 persen dari jumlah petani terdaftar.

Baca Juga: Kartu Tani Belum Familiar, Penyaluran Pupuk Bersubsidi Wonogiri Rumit

Data ini menunjukkan mayoritas petani sudah menerima kartu tani. Masih ada 6.216 keping yang belum terbagi. Meski kartu yang sudah terbagi mencapai 96,5 persen, tetapi penggunaannya masih 67,7 persen.

Kartu tani yang digunakan untuk menebus pupuk bersubsidi tercatat 117.361 keping. Sebanyak 56.085 keping kartu tani yang terbagi belum digunakan. Masalah muncul disebabkan beberapa faktor, seperti faktor aturan yang tak sinkron dan perilaku petani.

Pemilik KPL di Desa Jatiroto, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Wonogiri, Sulidi, mengatakan sesuai aturan petani diminta menebus pupuk bersubsidi secara perorangan. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan karena alokasi pupuk yang mereka terima adalah pecahan atau tidak bulat.

Baca Juga: Menyusut 6.391 Ton, Alokasi Pupuk Subsidi NPK di Wonogiri 34,43 Persen

Misalnya petani memperoleh alokasi kurang atau lebih dari 50 kg. Padahal, aturan lain melarang KPL membuka sak wadah pupuk bersubsidi berkapasitas 50 kg/sak. Pupuk disalurkan harus dalam bentuk sak utuh.

“Alokasi pupuk yang diperoleh petani tidak bulat 50 kg atau kelipatannya, seperti 100 atau 150 kg misalnya. Sementara, KPL dilarang membuka sak pupuk. Pupuk harus disalurkan dalam bentuk sak utuh. Petani yang menebus perorangan otomatis enggak bisa terlayani. Oleh karena itu, penebusan dilakukan secara kolektif,” ucap Sulidi saat berbincang dengan Solopos.com di kawasan kota Wonogiri, beberapa waktu lalu.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Watang Makmur, Desa Watangrejo, Kecamatan Pracimantoro, Giyanto, belum lama ini, menyebut penebusan kolektif dilakukan kelompok tani (poktan). Pada proses penebusannya petani berimprovisasi.

Baca Juga: Kompleks, Masalah Pupuk Bersubsidi di Wonogiri Belum Terurai

Contohnya, dalam satu poktan beranggotakan 10 petani. Penebusan dilakukan menggunakan lima keping kartu tani. Kemudian pupuk yang ditebus dibagi kepada seluruh anggota poktan.

Pada penebusan berikutnya menggunakan lima kartu tani yang sebelumnya belum digunakan. Pupuk yang tertebus lalu dibagi lagi kepada seluruh anggota poktan. Begitu seterusnya.

Hal itu dilakukan untuk menghemat biaya administrasi dan mempercepat penebusan. Setiap transaksi menggunakan kartu tani dikenakan biaya Rp3.500.

Baca Juga: Alokasi Pupuk Bersubsidi Wonogiri Dipangkas

Dalam penebusan kolektif semua personal identification number (PIN) kartu tani sama, yakni nomor berurutan, karena petani belum mengubahnya. Petani tidak mengubah PIN untuk mempermudah proses penebusan di KPL.

Selain itu agar petani tidak lupa PIN. Padahal, sesuai aturan setiap petani harus mengubah dan merahasiakan PIN kartu tani.

“Kami tidak mengubah PIN karena memang biar tetap sama semua, agar penebusannya mudah. Kalau setiap petani mengubah PIN, berarti semua PIN akan berbeda. Penebusan di KPL malah akan tambah ribet. Apalagi kami sudah tua, jadi sering lupa. Kalau petani lupa PIN, lalu kartu tani terblokir karena salah memasukkan PIN, justru akan mengganggu proses penebusan,” ujar dia.

Baca Juga: 2021 Diprediksi Penggunaan Kartu Tani di Wonogiri Meningkat

 

Manual

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Sarana Prasarana (Sarpras) Dispertan Pangan Wonogiri, Giyanto, tak memungkiri masalah kartu tani masih muncul hingga saat ini. Ada petani yang belum menggunakan kartu tani. Ada juga kartu tani yang diblokir bank.

Salah satu penyebabnya kartu tani tidak digunakan dalam waktu yang lama. Ada juga kartu tani yang hilang. Jika menghadapi dua kondisi itu petani menebus pupuk bersubsidi secara manual.

Walau begitu, Giyanto menilai tingkat penggunaan kartu tani di Kabupaten Wonogiri cukup baik. Tren penggunaannya juga positif. Kartu tani yang digunakan pada 2020 lalu tercatat 70.641 keping atau 40,54 persen dari kartu yang terbagi pada tahun tersebut. Kartu tani yang digunakan pada 2021 bertambah 46.720 keping menjadi 117.361 keping atau 67,7 persen dari total kartu tani terbagi.



Baca Juga: Teliti Kartu Tani Antar Dani Harun Raih Gelar Doktor

Terlepas dari itu, sambung Giyanto, serapan pupuk bersubsidi tetap maksimal. Pada 2021 lalu serapan pupuk NPK hampir 100 persen, tepatnya 99,99 persen. Alokasi NPK hanya tersisa 2 ton. Alokasi 24.143 ton terserap 24.141 ton.

Serapan ZA mencapai 93,03 persen dari alokasi 2.525 ton terserap 2.349 ton. Serepan pupuk jenis lainnya, urea dan SP-36 masing-masing lebih dari 82 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya