SOLOPOS.COM - (Dok/JIBI/Solopos)

(Dok/JIBI/Solopos)

(Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI–Penanggulangan penyakit HIV/AIDS di Kabupaten Boyolali diharapkan dapat lebih optimal, menyusul terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) Penanggulangan AIDS Boyolali.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pokja yang dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Boyolali itu melibatkan sejumlah elemen, antara lain pemerintah, yakni dari berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait, profesional, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sektor swasta.

“Pembentukan Pokja untuk membantu KPA dalam merumuskan kebijakan operasional yang berkaitan dengan program penanggulangan HIV/AIDS,” ujar Sekretaris KPA Boyolali, Titik Sumartini dalam Pertemuan Pokja Penanggulangan AIDS di Aula Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Senin (30/9/2013).

Seperti diberitakan Solopos.com sebelumnya, jumlah penderita baru HIV/AIDS di Kabupaten Boyolali bertambah rata-rata mencapai 10 orang setiap bulan. Berbagai langkah pun dilakukan untuk menanggulangi penularan penyakit tersebut.

Dalam pertemuan itu, terungkap fakta tentang perkembangan penyakit HIV/AIDS di Boyolali beberapa waktu terakhir yang dinilai cukup mengkhawatirkan. Bahkan belum lama ini ditemukan dua perempuan penghuni panti pijat yang dinyatakan positif mengidap HIV/AIDS. “Menurut informasinya, asalnya dari luar Boyolali. Setelah terdeteksi, salah satu penderita sudah bersedia memberikan kondom kepada pelanggannya. Namun satu orang ternyata tidak mau dengan berbagai alasan,” ungkap Titik.

Upaya Pendekatan

Titik mengungkapkan sudah ada upaya pendekatan terhadap mereka, salah satunya dengan rencana mengikutsertakan dalam program pelatihan dan keterampilan. Dalam hal ini, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) setempat. Namun diakuinya untuk mengajak para perempuan penghuni panti pijat itu beralih profesi, tidak mudah. “Sulit juga karena saat mereka ditanya tentang penghasil rata rata yang diperoleh, ternyata mencapai Rp4 juta sampai Rp5 juta. Petugas juga kaget karena penghasilannya kalah besar,” beber Titik.

Dengan terbentuknya Pokja Penanggulangan AIDS tersebut, Titik berharap masing-masing elemen yang terlibat di dalamnya dapat memberikan kontribusi bagi penanganan kasus tersebut. Pokja tersebut mulai bekerja triwulan terakhir tahun ini. ”Jadi akan dimulai Oktober-Desember 2013 ini. Hari ini [kemarin] pertemuan ini diharapkan bisa menyamakan persepsi tentang kinerja Pokja, sehingga ke depan kami berharap ada langkah nyata yang bisa dituangkan dalam berbagai program demi penanggulangan penyakit ini [HIV/AIDS],” imbuh dia.

Sementara itu, perwakilan dari Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEKHAM), Rahayu Purwaningsih dalam paparannya mengatakan, penderita HIV/AIDS anak dan ibu relatif tidak tersentuh karena belum ada program yang masif. Tercatat di Boyolali ditemukan 10 kasus/bulan. “Temuan kasus rata rata sudah terlambat,” ungkap Rahayu.

Dari data yang dimilikinya, tercatat ada 211 kasus HIV/AIDS di Boyolali. Dari jumlah itu, di antaranya terdekteksi saat berobat di Solo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya