SOLOPOS.COM - Ilustrasi kiprah kejaksaan. (JIBI/Semarangpos.com/Dok.)

Solopos.com, SUKOHARJOKejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo telah memeriksa sembilan saksi terkait dugaan pelanggaran Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pendidikan berupa penjualan kalender terhadap siswa sekolah negeri di Sukoharjo tahun ajaran 2022/2023.

Hal itu disampaikan Kasi Intel Kejari Sukoharjo, Galih Martino Dwi Cahyo, saat dikonfirmasi wartawan tentang perkembangan tindak lanjut laporan yang disampaikan oleh LSM Marak Jawa Tengah beberapa waktu silam.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Sampai hari ini, total sudah sembilan orang yang kami panggil dan hadir. Rinciannya, delapan orang Kepala Sekolah, terdiri SD dan SMP serta satu orang lagi adalah Direktur Utama (Dirut) PD Percada,” kata Galih saat ditemui wartawan di Kantor Kejaksaan Negeri Sukoharjo, Rabu (26/7/2023).

Dari sembilan orang tersebut, Galih memastikan akan ada kemungkinan penambahan jumlah saksi yang dipanggil pada panggilan berikutnya. Di antaranya bendahara PD Percada serta beberapa pengurus atau pegawai yang terkait dengan kasus penjualan kalender di sekolah-sekolah itu.

“Untuk jumlah kepala sekolah yang kami panggil sementara baru itu dulu [delapan orang]. Nanti keterangan mereka akan kami konfrontir dengan keterangan pegawai PD Percada. Kalau memang diperlukan [tambahan pemanggilan kepala sekolah dan pihak terkait lainnya] ya akan kami kembangkan lagi,” tegas Galih.

Seperti diketahui, kasus penjualan kalender tersebut terjadi pada Desember 2022 lalu dan viral di media sosial. PD Percada yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diduga memanfaatkan sekolah-sekolah di Sukoharjo untuk menjual kalender tahun 2023 kepada siswa seharga Rp20.000/kalender.

Ketua LSM Marak, Joko Prakosa, saat bertemu wartawan beberapa waktu lalu menyebut dalam kasus ini tidak hanya masyarakat yang dirugikan namun Pemkab Sukoharjo juga ikut dirugikan.

“Kami mendapat informasi, jika kalender itu tidak dicetak sendiri oleh Percada, ada pihak ketiga yang terlibat. Makanya Aparat Penegak Hukum [APH] perlu mendalami. Jika memang ada pelanggaran di dalamnya, ya harus ditindak,” ungkapnya.

Penjualan kalender kepada siswa didik tersebut, disebutkan Joko, patut diduga merupakan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran Pasal 181 huruf d PP No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan dan melanggar Permendiknas No. 75 tahun 2021 Pasal 12a.

Menurutnya penjualan kalender tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai bentuk pungutan liar (pungli). Mengingat bentuk-bentuk pungutan di sekolah ada yang berupa pungutan resmi dan liar.

Pungutan resmi memiliki dasar hukum dan tidak melanggar peraturan yang ada. Sementara pungli adalah pungutan yang tidak memiliki dasar hukum meski telah didahului dengan kesepakatan para pemangku kepentingan.

“Karena pada dasarnya kejahatan juga bisa dilakukan melalui sebuah kesepakatan dan pemufakatan [jahat],” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya