SOLOPOS.COM - Agus Fatchur Rahman (JIBI/SOLOPOS/dok)

Agus Fatchur Rahman (JIBI/SOLOPOS/dok)

SRAGEN – Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman menyatakan pencairan agunan berupa deposito milik kas daerah (Kasda) yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Djoko Tingkir tanpa melalui prosedur pengelolaan keuangan daerah. Bupati mengatakan tidak pernah memberi perintah untuk pencairan Kasda Rp11,7 miliar itu.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Dalam persoalan pencairan ini harus diluruskan. Pada pertemuan 1 Juni 2011 itu, saya hanya memerintahkan Srie Wahyuni menandatangani bilyet dengan tanggal dikosongi. Pengisian tanggal itu menunggu hasil konsultasi dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur Jateng dan Bank Indonesia (BI),” tegas Bupati saat dijumpai Espos di ruang kerjanya.

Sedangkan proses pencarian yang dilakukan BPR Djoko Tingkir pada 2-6 Juli 2011 itu, tegas Agus, tanpa sepengetahuan Bupati Sragen sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (PKPKD). Padahal dalam dalam UU Perbendaharaan Daerah, urai Bupati, pengeluarkan dana Kasda harus melalui prosedur aturan pengelolaan keuangan daerah. Apalagi jumlah dana yang dikeluarkan cukup besar. Proses tersebut, menurut Agus, tidak dilalui, artinya Bupati tidak mengetahui adanya pencairan dana kasda itu.

Atas dasar itu, Agus sebagai PKPKD mengajukan keberatan ke BI Solo. “BI menjawab surat saya, bahwa pencairan jaminan dana Kasda itu tidak perlu persetujuan saudara (Bupati-red). Jadi tidak ada perintah Bupati dalam pencairan kasda. Bila ada yang mengatakan lain, ya mereka punya agenda lain,” tuturnya.

Bupati menerima informasi bila sebelum pencairan Kasda dilaksanakan, Direktur BPR Djoko Tingkir, Surono, bersama seorang staf pernah dipanggil Wakil Bupati (Wabup). Bupati tak mengetahui maksud pemanggilan itu. Di samping itu, Bupati juga mengungkapkan permintaan bon kepada Koeshardjono selaku Sekretaris Daerah (Sekda). Permintaan bon bagi Bupati sama dengan permohonan pinjaman.

“Bila permohonan itu di-acc, maka duit tak tampa dan mesti tak bayar karena ada buktinya. Ada bon yang tidak saya akui karena memang saya tidak tahu. Ada pula bon yang saya akui. Jumlahnya berapa saya tidak tahu. Ada bukti kuitansi dengan mencantumkan tanda tangan saya, tapi tulisannya beda dengan tulisan saya. Kuitansi itu digunakan untuk apa saya juga tidak tahu,” tambahnya. Menurut dia, permohonan bon itu sama halnya ketika mengajukan pendapatan untuk disampaikan ke DPRD. Usulan itu diterima atau tidak, lanjut Agus, tergantung mereka.

JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya