SOLOPOS.COM - Sejumlah pemateri berfoto bersama setelah konferensi pers tentang Komitmen Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Wonogiri di Oke Resto Wonogiri, Selasa (20/12/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia) 

Solopos.com, WONOGIRI — Penderita tuberkulosis (TBC) di Wonogiri terkonfirmasi sebanyak 952 orang hingga Desember 2022. Kasus itu meningkat 333 orang dari tahun 2021 yang mencapai 619 orang.

Hal itu dikemukakan Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri dalam konferensi pers Komitmen Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Wonogiri di Oke Resto Wonogiri, Selasa (20/12/2022). Perlu komitmen bersama berbagai pihak untuk mencapai target eliminasi TBC pada 2030 di Wonogiri.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Acara yang digelar Yayasan Mentari Sehat Indonesia (MSI) Wonogiri ini menghadirkan sejumlah pembicara meliputi Kepala Dinkes Wonogiri, Setyarini; Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Wonogiri, Satyawati Prawirohardjo; Dokter Spesialis Paru RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, Enny Sudaryanti; dan Programer MSI Wonogiri, Wahyu Uliartha.

Kepala Dinkes Wonogiri, Setyarini, mengatakan kenaikan kasus TBC tersebut bukan berarti hal negatif. Sebaliknya, justru kenaikan kasus menandakan cakupan investigasi kontak di Wonogiri meningkat. Penemuan kasus baru TBC di Wonogiri tidak lepas dari kerja berbagai pihak yang fokus pada penanggulangan TBC.

Dinkes Wonogiri akan terus berupaya menemukan kasus TBC di Wonogiri sebanyak-banyaknya. Hal itu menjadi cara agar target eliminasi TBC pada 2030 di Wonogiri bisa tercapai. Dinkes akan bekerja sama dengan berbagai pihak seperti MSI Wonogiri guna meluaskan cakupan investigasi kontak TBC.

Baca Juga: Jos! Camat Batuwarno Wonogiri Rutin Gulirkan Program Sambang Dusun Tiap Jumat

Temuan kasus TBC sebanyak 952 orang per 2 Desember 2022 ini masih jauh dari angka estimasi kasus TBC di Wonogiri, yakni sebanyak 2.060 kasus atau baru 48,65%. Temuan kasus ini tersebar di berbagai wilayah di Wonogiri. 

“Penanggulangan TBC ini butuh komitmen dan tanggung jawab bersama. Tidak bisa jika pemerintah [Wonogiri] saja yang berjalan. Semua stakeholder harus bareng-bareng bertanggung jawab agar target mengeliminasi TBC di Wonogiri bisa benar-benar tercapai,” kata Setyarini.

Kendati begitu, lanjut dia, Pemkab Wonogiri terus berupaya meningkatkan layanan kesehatan bagi pasien TBC. Saat ini, ada 34 puskesmas, satu RSUD, 8 RS swasta, dan 126 dokter mandiri dan klinik yang bisa melayani panderita TBC.

“Sosialisasi tentang TBC juga terus kami lakukan ke desa-desa melalui puskesmas-puskesmas di daerah. Selain itu, kami akan membuat rencana aksi daerah ,” ujar dia.

Baca Juga: Terminal Wonogiri Siap Sambut Nataru, dari Pos Pelayanan hingga Ramp Check

Programer MSI Wonogiri, Wahyu Uliartha, menyampaikan ada sejumlah tantangan guna mencapai target eliminasi TBC di Wonogiri 2030. Pemerintah harus benar-benar berkomitmen menanggulangi TBC. Tidak hanya Dinkes, instansi Pemerintah Wonogiri lain juga harus turut melek soal penanggulangan TBC.

Dia melaporkan, saat ini Sub-Sub Recipient (SSR) MSI Wonogiri mendampingi 179 pasien TBC sensitif obat dan 9 pasien resisten obat. Sementara pasien lost to follow up (LTFU) atau pasien TBC putus sebanyak 7 orang.

“Selain sosialisasi ke desa-desa, kami juga menginvestigasi kontak TBC, menemukan kasus. Kemudian terapi pencegahan kasus kepada kontak TBC serumah dan mendampingi pasien LTFU baik sensitif obat maupun resisten obat,” kata Uli.

Sementara itu, Spesialis Paru RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, Enny Sudaryanti, menjelaskan ada jenis pasien TBC, yaitu TBC sensitif obat (SO) dan resisten obat (RO). TBC SO merupakan kondisi kuman penyebab TBC, mycobacterium tuberculosis masih sensitif terhadap obat antiTB.

Baca Juga: Tanpa Dukungan Penuh Pemkab, Wonogiri Sulit Capai Target Bebas AIDS Tahun 2030

Masa pengobatan pasien TBC SO selama 6-9 bulan. Sedangkan TBC RO adalah kondisi kuman penyebab TBC telah mengalami kekebalan obat antiTB.

“Mereka yang menjadi pasien TBC RO biasanya karena lalai tidak minum obat antiTB. Misalnya, dulu ketika masih menjadi pasien TBC SO rutin mengonsumsi obat setiap hari selama dua bulan, tapi setelah itu mereka tidak rutin. Padahal lama pengobatan pasien TBC minimal 6 bulan. Hal semacam itu yang jadi salah satu pemicu TBC RO,” jelas Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya