SOLOPOS.COM - Siswa dan wali siswa KB TKIT Az-Zahra Sragen. (Istimewa)

Solopos.com, SRAGEN — Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (KB & TKIT) Az-Zahra Sragen merupakan lembaga pendidikan di bawah Yayasan Lembaga Bakti Muslim (YLBM) Al Falah Sragen. Sekolah dengan jumlah siswa mencapai 280 orang ini mengembangkan kurikulum merdeka yang berfokus pada pendidikan holistik.

Sekolah Islam holistik atau Islamic holistic school (IHS) ini berdiri pada tahun 2000 lalu. Di usianya yang memasuki tahun ke-23, KB & TKIT Az-Zahra Sragen memiliki branding Ceria, akronim dari Cerdas, Kreatif, Mandiri, dan Berakhlak Mulia. Dengan label IHS itu, para guru di sekolah ini mengembangkan potensi anak didik secara holistik.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Semua perkembangan anak difasilitasi semaksimal mungkin. Kami mengangkat semua stakeholders yang ada agar bisa Ceria,” kata Kepala KB TKIT Az-Zahra Sragen, Nur Fitrianingsih, saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (11/2/2023).

Nur mengungkapkan yang bisa Ceria bukan hanya siswa, tetapi juga guru dan orang tua siswa. Peran orang tua siswa pun difasilitasi dalam bentuk kegiatan, misalnya ada kegiatan Ekspresi Az-Zahra yang wajib diisi orang tua. Orang tua wajib berkreasi, seperti senam bersama, ekspo semua produk kelas, ada juga yang membuat pot dari barang bekas, sampai pentas seni anak itu yang semua dari ide-ide orang tua. Sekolah berperan sebagai fasilitator.

“Dalam hal ini orang tua dan siswa berkolaborasi. Dari kegiatan ini 90% orang tua hadir. Itu kalau dilihat dari cerdas dan kreatif,” jelasnya.

KB TKIT Az-Zahra Sragen
Siswa KB TKIT Az-Zahra Sragen sedang menggambar. (Istimewa)

Kalau dari sisi mandiri, ujar Nur, orang tua membentuk paguyuban sendiri dan mengadakan pengajian sendiri, yang mengisi tausyiah juga orang tua sendiri sesuai keahliannya. Di forum pertemuan orang tua itulah, ujar dia, sekolah hadir untuk menyampaikan perkembangan anak-anak mereka. Pertemuan itu dilakukan di rumah-rumah orang tua.

“Kalau untuk KB TKIT itu berbeda dengan SD. Anaknya semangat maka orang tuanya semangat,” katanya.

Dalam hal membentuk akhlak mulia, Nur menjelaskan ada kajian belajar Al-Qur’an yang difasilitasi ustazah secara gratis dengan layanan Senin-Sabtu setelah kegiatan belajar mengajar (KBM) di kampus. Dia menyebut ada 13 kelompok yang belajar Al-Qur’an setiap pekan sekali sesuai waktu luang orang tua.

“Satu kelompok ada 5-8 orang. Ada yang memilih Senin, Selasa, atau hari lainnya. Kajian itu dilakukan di tiga kampus, yakni Sragendok, Gudang Kapuk, dan Mageru,” jelasnya.

Mereka perlu belajar Al-Qur’an agar bisa mengajari anak-anak di rumah sehingga pendampingan anak itu tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Metode Wafa yang digunakan dalam kajian Al-Qur’an itu dengan mengoptimalkan otak kanan karena ada nadanya sedang, tinggi, dan rendah.

Para gurunya pun, terang Nur, meningkatkan kapasitasnya lewat pelatihan, lomba, dan prestasi guru. Sementara untuk pembelajaran siswanya, kata dia, dilakukan dengan kurikulum merdeka. Pembelajaran IHS ini sudah berjalan dua tahun dan KB TKIT ini menjadi sekolah penggerak di Sragen untuk angkatan pertama bersama tujuh TK lainnya.

“Dengan sekolah penggerak ini, kami memiliki semangat untuk berubah sesuai dengan cita-cita pemerintah, yakni mewujudkan profil pelajar Pancasila. Kami lolos tahun ketiga untuk kurikulum merdeka,” katanya.

Sekarang, KB TKIT Az-Zahra Sragen memiliki tiga guru penggerak, yakni satu guru dari angkatan keempat dan dua guru dari angkatan ketujuh.

Histori KB TKIT Az-Zahra

Secara historis, KB TKIT ini awalnya berdiri di Bonasri, Sragen Kulon, pada tahun 2000. Pada 2004 pindah ke Sragendok, Sragen Wetan. Kemudian pada 2006, berdiri kelompok bermain (KB) di Mageru dan membuka kampus TK di Widoro. Pada 2019, TK di Widoro pindah ke Gudang Kapuk karena lokasinya digunakan untuk SD.

KB TKIT Az-Zahra Sragen
Gedung KB TKIT Az-Zahra Sragen. (Istimewa)

“Sebenarnya pembelajaran KB TKIT itu lebih mengedepankan skill dan karakter siswa untuk menuju ke jenjang berikutnya. Tuntutan masyarakat memaksa anak untuk mengembangkan kognitifnya sehingga lulus TK bisa baca, tulis, dan berhitung. Padahal sebenarnya tidak semua berkembang pada titik optimal,” kata Nur yang juga Ketua Himpaudi Kabupaten Sragen.

Dalam Kurikulum Merdeka ini, Nur menyampaikan fokus pembelajaran itu pada keaktifan anak. Anak mau apa kemudian diwadahi dalam perencanaan yang tepat lewat pendekatan assesmen diagnosis. Keinginan siswa itu bisa diketahui lewat jurnal gambar atau lewat metode diagnosis lainnya.

“Ada anak yang suka membaca, suka lihat video, sudah mendengarkan audio, suka bercerita, dan seterusnya. Semua difasilitasi sesuai dengan minat dan bakatnya. Misalnya, anak-anak diajak ke pasar mereka jadi asyik dalam belajar,” jelasnya.

KB TKIT Az-Zahra ini mendapat predikat sebagai Sekolah Pendidikan Agama Islam Nasional yang diserahkan Menteri Agama Lukman Hakim di Jakarta pada 2014-2015. Kemudian prestasi lainnya, TKIT Az-Zahra Sragen mendapat juara II untuk Kepala PAUD tingkat Jawa Tengah yang diadakan Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Jawa Tengah pada momentum Hari Guru, 26 Novemer 2022 lalu di Banjarnegara. TKIT juga ditunjuk sebagai sekolah ramah anak kabupaten, sekolah holistik integratif dari Kemenkes, dan seterusnya. Prestasi lainnya banyak sekali, sampai dua lemari di depan sekolah penuh dengan piala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya