SOLOPOS.COM - Pedagang Klewer mengumpulkan sisa kebakaran, Senin (29/12/2014). (Reza Fitriyanto/JIBI/Solopos)

Kebakaran Pasar Klewer Solo beberapa waktu lalu menjadi duka bagi pedagang. Sejak Kamis (1/1/2015) pedagang mulai bangkit.

Solopos.com, SOLO — Deretan mobil dengan kap terbuka memadati taman parkir selatan Masjid Agung, Kamis (1/1/2015) pagi. Di dalam mobil, sejumlah pakaian batik aneka motif terpampang dengan hanger seadanya.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Ada pula mobil bak yang menjajakan topi, selimut hingga pakaian dalam. Keriuhan ala pasar terjadi di lahan seluas 3.000 meter persegi itu. “Mangga Pak, Bu. Kulakan teng mriki (Mari Pak Bu. Kulakan di sini),” ujar seorang perempuan paruh baya pada warga yang melintas di dekatnya.

Pemandangan itu bukanlah aktivitas pedagang bermobil yang tiap Senin dan Kamis muncul di kawasan Masjid Agung. Bukan pula bakul Sekaten yang sudah hampir sebulan berdagang. Ya, mereka adalah pedagang Pasar Klewer.

Meski baru saja dihantam bencana, tak butuh waktu lama bagi mereka untuk bangkit dan berusaha. Sedikitnya ada 30-an bakul yang berdagang beratapkan langit di taman parkir. “Kami juga butuh makan. Kalau enggak ada aktivitas ya enggak ada pemasukan,” ujar Suratmini, 43, pedagang Klewer, saat ditemui Solopos.com di lokasi jualannya.

Dagang di Mobil

Sudah tiga hari Suratmini menjajal sebagai pedagang bermobil. Bersama dua karyawannya, pagi-pagi ia mulai “berebut” lahan dengan pedagang lain. Duit senilai Rp10.000 pun dikeluarkan untuk menyewa lokasi hingga sore. Kegiatan itu bakal terus dilakukannya hingga pasar darurat terealisasi.

“Kalau tidak seperti ini, bakul langganan saya pada bingung. Kemarin sudah sms-sms, tanya sekarang jualan di mana,” tutur perempuan yang sudah 30 tahun bergiat di Klewer.

Warga Sangkrah, Pasar Kliwon, ini mengaku kembali kulak dagangan seperti selimut dan handuk setelah empat kiosnya ludes. Saat itu, Suratmini hanya bisa menyelamatkan nota-nota penjualan.

Di lokasi sementaranya ini pun ia tak berharap omzet berlipat. Tiga hari berjualan, pemasukannya belum menyentuh 1% dibanding saat di Klewer. “Kalau biasa per hari Rp10 juta, sekarang dapat Rp1 juta pun belum tentu. Yang penting bisa ngasih makan karyawan,” ucapnya.

Tri, 28, pedagang topi dan kupluk mengaku mencoba peruntungan menjadi pedagang bermobil sejak Kamis (1/1). Para bakul langganan menjadi alasannya kembali membuka lapak. Di Klewer, jaringan bakulnya sudah menyentuh Jawa Timur.

“Untung saya nyimpen nomor-nomor bakul, jadi tinggal dihubungi. Kalau tidak mereka bingung mau kulak di mana,” ujar lelaki yang mampu menyelamatkan dagangannya saat kebakaran.

Tri berharap pasar darurat segera dibangun bagi pedagang. Harapan senada diapungkan Sri, 29. Meski kini sudah kembali berjualan di taman parkir, ia menyebut lokasi itu kurang nyaman. Pedagang mesti berebut lahan dengan pengguna parkir.

“Kadang dagangan kami tertutup motor, jadi serba susah. Penginnya ya pasar darurat cepat jadi,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya