SOLOPOS.COM - Jau Tau Kwan saat menjalani persidangan di PN Karanganyar (JIBI/SOLOPOS/Dok)

Jau Tau Kwan saat menjalani persidangan di PN Karanganyar (JIBI/SOLOPOS/Dok)

KARANGANYAR — Keberadaan bos PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT), Jau Tau Kwan mulai terendus tim monitoring center Kejaksaan Agung (Kejagung). Terpidana kasus pelanggaran hak cipta kain grey rayon milik PT Sritex itu diketahui masih berada di Indonesia.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Pernyataan tersebut dikemukakan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Agus Winoto saat ditemui wartawan, Selasa (29/1/2013). Menurutnya, tim monitoring center melacak keberadaan terpidana Jau Tau Kwan yang statusnya buron. Kendati demikian, pihaknya belum mengetahui lokasi keberadaan terpidana. “Tim monitoring center mendeteksi terpidana masih berada di Indonesia,” katanya.

Menurutnya, tim monitoring center mempunyai peralatan berteknologi canggih yang dapat melacak keberadaan buronan. Apabila keberadaan terpidana terdeteksi secara akurat maka mereka segera menangkapnya.

Terpidana tidak kooperatif karena selalu mangkir saat dipanggil pihak Kejari. Kala pihak Kejari mengirim surat pemanggilan tidak digubris oleh keluarga terpidana. Bahkan, terpidana juga tidak menghadiri persidangan peninjauan kembali (PK) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar.

“Setelah ada informasi akurat maka terpidana segera ditangkap. Yang jelas terpidana masih berada di Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, upaya PK yang diajukan terpidana tidak menghalangi proses eksekusi. Apalagi, majelis hakim telah menolah permohonan PK terpidana. Artinya, terpidana wajib menjalani hukuman di dalam penjara.

“Makanya kami minta bantuan tim monitoring center Kejagung untuk menangkap terpidana karena statusnya buronan,” terangnya.

Secara terpisah, kuasa hukum terpidana, Yulius Irawansyah menyatakan pihaknya bakal mengevaluasi putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan PK terpidana. Pihaknya bakal mengkaji putusan tersebut sesuai konstruksi hukum dan ketentuan.

Ada beberapa kejanggalan terkait putusan penolakan permohonan PK terpidana seperti salah satu alasan majelis hakim karena terpidana tak pernah menghadiri sidang. Padahal, terpidana tak wajib menghadiri persidangan permohonan PK.

“Terpidana sendiri yang mengajukan permohonan PK bukan diwakilkan, dari mana ada aturan terpidana wajib menghadiri persidangan,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya