Soloraya
Senin, 9 Desember 2013 - 23:10 WIB

KEBUDAYAAN SOLO : Pemkot Diminta Tidak Hanya Kejar Target PAD Simpul Budaya

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat salah satu simbol kebudayaan Solo(ilustrasi/dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO–Keberadaan simpul sosial budaya di Kota Solo yang dikenai target untuk menyumbang pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD)dinilai tidak pas. Hal ini diungkapkan oleh pengamat sosial UNS, Mahendra Wijaya saat ditemui solopos.com di ruang kerjanya, Senin (9/12/2013).

Mahendra mengatakan, Kota Solo sebagai sebuah kota budaya memiliki banyak simpul budaya yang seharusnya dapat diakses secara bebas oleh rakyat. Mahendra menegaskan, pemkot jangan hanya semata-mata mencari untung dari adanya sejumlah simpul budaya tanpa memperhatikan kepentingan non material atas keberadaan simpul budaya tersebut.

Advertisement

“Seharusnya pemkot jangan hanya mementingkan pencapaian PAD. Ada kepentingan yang lebih besar daripada keuntungan material, yaitu aspek budaya yang seharusnya dapat diakses oleh rakyat secara bebas. Memang sah saja jika ada target PAD, tapi jangan diutamakan,” ungkapnya.

Mahendra menambahkan, simpul budaya adalah aset Kota Solo untuk melestarikan kegiatan-kegiatan budaya rakyat. Simpul budaya, kata Mahendra, harus memenuhi unsur dari, oleh dan untuk rakyat. Terkait hal ini, pemkot, kata Mahendra, harus menyediakan fasilitas publik pada simpul-simpul budaya tersebut tanpa ada orientasi keuntungan.

Mahendra khawatir, dengan adanya komersialisasi simpul budaya, rakyat tidak akan tertarik untuk mendatangi simpul-simpul budaya tersebut. Simpul budaya, kata dia, harus memperhatikan dua faktor penting yaitu faktor budaya rakyat dan kesenian rakyat.

Advertisement

“Ada dua faktor penting pada simpul budaya sebagai ruang publik, yaitu faktor budaya rakyat dan kesenian rakyat. Terkait hal ini, rakyat menjadi unsur penting untuk membuat simpul-simpul budaya itu terus berkembang. Kalau rakyat sudah tidak mau datang karena alasan biaya, bagaimana simpul budaya itu bisa hidup,” kata Mahendra.

Mahendra berharap, pemkot mau berpikir ulang untuk mengubah pandangan bahwa simpul budaya adalah salah satu sumber PAD. Mahendra justru menyarankan, sejumlah simpul budaya dibuka secara gratis agar terus menjadi tujuan aktivitas seni dan budaya rakyat.

“Digratiskan saja, atau kalau mau ditarik biaya, cukup lahan parkir saja. Seperti di Taman Jurug, dulu sangat ramai didatangi warga sebagai tujuan wisata seni, budaya dan edukasi. Tapi sekarang karena biaya masuknya mahal, Jurug jadi sepi pengunjung,” pungkasnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif