SOLOPOS.COM - BENGAWAN SOLO -- Sejumlah orang terlihat memancing di bantaran Bengawan Solo. Di sungai ini banyak warga termasuk dari luar Kota Solo biasa melarung ari-ari bayi. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

BENGAWAN SOLO -- Sejumlah orang terlihat memancing di bantaran Bengawan Solo. Di sungai ini banyak warga termasuk dari luar Kota Solo biasa melarung ari-ari bayi. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Siang baru saja tiba ketika sejumlah kuli pasir dan ladu Sungai Bengawan Solo beristirahat di sudut Taman Ronggowarsito Jl Ir Juanda Pucangsawit, Jebres.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Gardu kayu sederhana menjadi tempat berteduh yang cukup nyaman. Terik matahari siang tidak mampu menembus atap gardu yang terbuat dari genteng. Enam orang duduk santai, beberapa di antaranya menarik dalam-dalam sebatang rokok kretek. Sebagian yang lain hanyut dalam pikiran dan lamunan masing-masing.

Mereka adalah para kuli material sungai Bengawan Solo sekaligus penjaja jasa larung ari-ari atau plasenta bayi. Kebetulan hingga siang belum ada orang yang datang meminta jasa mereka. Kendati demikian para penjaja jasa yang tidak pernah memasang tarif itu tidak putus asa. Sebab pekerjaan melarung ari-ari mereka niati sebagai pekerjaan tambahan saja untuk menutup kekurangan pendapatan dari hasil menjadi kuli material Bengawan Solo.

”Kalau untuk larung ya seikhlas yang memberi saja, paling sering Rp5.000. Terkadang juga hanya ucapan terima kasih. Tapi yang bikin sebel saat tidak memberi uang juga tidak mengucapkan terima kasih,” ungkap Sariman, 60, asal Kaplingan, Jebres.

Penuturan senada disampaikan Demin, 50, asal Palur, Mojogedang, Sukoharjo. Menurut dia, dalam sehari tidak mesti ada orang yang melarung ari-ari ke Bengawan Solo sehingga dirinya tidak terlalu mengandalkan profesi sebagai penjaja jasa larung ari-ari. ”Kalau di sini banyak yang datang dari berbagai daerah untuk menghanyutkan ari-ari. Kami sebatas membantu menghanyutkan saja, yang punya hajat yang mendoakan atau ritual khusus lain,” jelasnya.

Sedangkan tokoh masyarakat Pucangsawit, Winarno, menjelaskan ada doa dan harapan dalam sebuah prosesi larung ari-ari. Sungai Bengawan Solo dipilih karena dianggap paling bagus untuk menghanyutkan suatu benda karena airnya yang deras. Larung bukan hanya berlaku untuk ari-ari melainkan juga untuk benda-benda lain seperti benda kesayangan. Prosesi larung tidak hanya dilakukan oleh etnis Jawa melainkan juga etnis Tionghoa.

JIBI/SOLOPOS/Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya