SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan seksual terhadap remaja (aycu33 webshots)

Kekerasand seksual menunjukkan adanya degradasi moral di masyarakat.

Solopos.com, SOLO – Kembali maraknya kasus kekerasan seksual dengan korban maupun pelaku yang masih di bawah umur, menurut Psikolog, Juliani Prasetyaningrum, adalah suatu kondisi yang sangat memprihatinkan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Juliani menilai, itu merupakan bukti saat ini terjadi degradasi atau kemerosotan moral yang luar biasa di masyarakat kita. Hal itu diperparah dengan semakin banyaknya orang yang abai, tidak peduli terhadap kondisi di sekelilingnya.

Salah satunya orang tua, yang kurang peduli terhadap kondisi anak-anaknya. Hal itu juga diperparah dengan masyarakat yang semakin abai.

Namun Dosen Psikologi di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini menyatakan, permasalahan yang menyelimuti kasus-kasus tersebut sifatnya sangat kompleks sehingga tidak bisa hanya melihat hal itu sebagai kesalahan satu, dua, atau lebih pihak, sebagai yang paling bertanggung jawab atas permasalahan tersebut.

“Kita tidak perlu saling menyalahkan, menilai salah satu pihak paling bertanggung jawab atas munculnya kasus-kasus tersebut. Namun salah satu langkah yang harus dilakukan adalah mengevaluasi diri, sebab kasus seperti ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mencari solusinya sehingga ada langkah antisipasi agar hal semacam ini tidak terjadi dan terjadi lagi,” ungkap Juliani ketika dihubungi melalui solopos.com ponselnya, Jumat (13/5/2016).

Terlebih jika melihat perkembangan kasus yang terjadi saat ini, di mana bukan hanya korban yang rata-rata masih di bawah umur, melainkan juga ada pelaku yang masih di bawah umur. Dia mengatakan, tidak bisa dipungkiri, bahwa anak-anak saat ini berada dalam banyak situasi yang membuat mereka terstimulasi untuk melakukan hal-hal yang seharusnya belum saatnya untuk mereka lakukan. Terlebih dengan semakin mudahnya mereka mengakses beragam informasi dari berbagai media, seperti media massa, termasuk Internet.

Sementara orang tua, cenderung memfasilitasi anak-anak tanpa disertai dengan pendampingan atau pengawasan. Bahkan seringnya orang tua tidak mengetahui atau bahkan mungkin tidak peduli dengan siapa anak-anak mereka bergaul dan sebagainya.

“Ketika melihat sesuatu yang baru, termasuk pornografi, anak-anak cenderung tertarik, ingin mencoba. Mungkin kalau sendiri tidak berani, tapi begitu ada teman dan banyak yang melakukan, anak jadi berani,” katanya.

Dalam menangani kasus tersebut, Juliani berpendapat, semua pihak harus terlibat. Tidak hanya orang tua, tetangga atau masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, sekolah, bahkan para wakil rakyat dan pemerintah.

Orang tua, misalnya, harus mengevaluasi, untuk mengetahui sudahkah pola asuh mereka terhadap anak mereka tepat, apakah cara mendidik anak sudah benar atau belum.

Menurut Juliani, penanaman pendidikan agama menjadi hal paling penting. Namun hal itu juga harus diikuti dengan keteladanan perilaku dari orang tuanya, serta didukung pula dengan lingkungan di sekitarnya.

Hal senada disampaikan Psikolog lainnya, Tuti Harjayani. Dosen Psikologi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo itu mengatakan, orang tualah yang nomor satu harus peduli dengan anak-anaknya.

“Ingat bahwa anak adalah segalanya bagi orang tua, saving bagi orang tua dan harga diri orang tua,” ungkap Tuti.

Sehingga yang dapat dilakukan orang tua agar dapat mengantisipasi terjadinya kasus serupa, adalah dengan meningkatkan kepedulian terhadap anak-anaknya, meningkatkan kasih sayang kepada anak-anaknya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya