Soloraya
Minggu, 22 November 2015 - 18:50 WIB

KEKERASAN TERHADAP ANAK : Kerap Dipanggil Setan, Warga Solo Naik Pitam

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan terhadap anak (JIBI/Solopos/Dok)

Kekerasan terhadap anak dilakukan oleh warga Pajang, Solo.

Solopos.com, SOLO — Warga Sidodadi, Pajang, Laweyan, Solo, Tri Budi dimejahijaukan. Pemuda 36 tahun ini harus berurusan dengan polisi gara-gara kerap diejek dengan panggilan “setan” oleh seorang anak yang masih tetangganya.

Advertisement

Warga asal Sidodadi, Pajang, Laweyan, ini pun harus berkali-kali duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Solo gara-gara insiden “setan” itu.

“Saya dituntut hukuman enam bulan satu tahun percobaan,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com di PN Solo akhir pekan lalu.

Advertisement

“Saya dituntut hukuman enam bulan satu tahun percobaan,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com di PN Solo akhir pekan lalu.

Kasus yang menjerat Tri Budi bermula ketika suatu hari ia mendengar panggilan aneh yang menyebut-nyebut kata “setan” di luar rumahnya. Sebutan itu terasa aneh lantaran dilontarkan seorang anak kecil seusia TK.

Ia semula mengira apa yang dilontarkan si anak itu karena ketidaktahuannya. Namun, dugaanya itu meleset. Anak itu rupanya tak henti menyebut-nyebut kata “setan” di samping rumahnya. Dan orang yang dimaksud setan oleh si anak itu tak lain adalah dirinya.

Advertisement

Ejekan itu sebenarnya tak Budi ladeni. Namun, ejekan itu menjadi percikan api ketika orang tua si anak terlibat masalah dengan Budi. Sebutan “setan” yang menjadi menu sehari-hari Budi pun akhirnya berbuah petaka. Budi tak lagi diam ketika disebut “setan”, ia balik menampar pipi si anak itu.

“Kebetulan, pemuda itu dengan keluarga si anak memang rumahnya berdempetan. Jadi, kerap gesekan,” jelas petugas dari Polsek Laweyan yang tak mau disebutkan namanya.

Sebenarnya, kata polisi yang kerap mendampingi pemuda ini mulai dari kepolisian hingga ke PN Solo, masalah itu sudah pernah diselesaikan secara kekeluargaan. Pasalnya, si anak yang ditampar juga tak mengalami luka atau trauma. Namun, karena luka lama di antara kedua belah pihak belum sembuh, kasus itu akhirnya sampai ke meja hijau.

Advertisement

“Kami sebenarnya sangat sayangkan kasus ini tetap berlanjut. Padahal, mereka ini kan tetangga dan bahkan masih sedulur,” paparnya.

Budi sendiri mengakui hubungannya dengan orang tua anak itu memang tak rukun. Persoalannya, tak jarang dari hal-hal kecil, seperti merasa terganggu dengan suara berisik, atau masalah utang piutang.

“Kami setiap hari ketemu, tapi setiap hari juga tak saling sapa. Rumah kami kan satu tembok,” paparnya.

Advertisement

Atas kasus ini, Budi dijerat Undang-Undang (UU) No 35/2014 tentang Perubahan atas UU No 23/ 2002 Tentang Perlindungan Anak. Beruntung, Budi hanya dituntut hukuman percobaan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif