SOLOPOS.COM - Ilustrasi SD kekurangan siswa.

Solopos.com, SUKOHARJO – Pemkab Sukoharjo menggabung 16 sekolah dasar (SD) menjadi delapan SD pada 2022. Penggabungan SD itu dilatarbelakangi jumlah peserta didik yang terbatas.

Pelaksanaan penggabungan, penghapusan, dengan penggantian nama SD di Sukoharjo atau dikenal dengan istilah regrouping itu disahkan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati No. 420/376/2022, tertanggal 12 Juli 2022.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Regrouping disebabkan karena jumlah siswa sedikit dan tidak berkembang,” kata Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sukoharjo, Budiarti, di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo, Rabu (26/10/2022).

Dua SD yang menjadi sasaran regrouping adalah SD Krajan 03 berlokasi di Brunggang, RT 001/ RW 004, Krajan, Weru, Sukoharjo dan SDN Krajan 01 berlokasi di Namengan, RT 002/ RW 008, Weru, Sukoharjo. Keduanya digabung menjadi SDN Krajan 01. Sementara 14 SD lain digabung menjadi tujuh SD.

Ketersediaan jumlah peserta didik dalam kurun waktu tiga tahun terakhir menjadi tolak ukur untuk penggabungan sejumlah SD. Jika satu sekolah dasar memiliki peserta didik kurang dari 60 selama tiga tahun berturut-turut, regrouping dapat dilaksanakan. “Jumlah kurang dari 60 tersebut peserta didik tersebut mulai dari kelas I sampai VI,” lanjut Budi.

Baca Juga: Gunungan Hasil Kerajinan & Liong Rotan Meriahkan Grebeg Penjalin di Sukoharjo

Budi mengatakan, data di lapangan memperlihatkan rata-rata sekolah dasar di Sukoharjo yang menjadi sasaran regrouping memiliki peserta didik kurang dari 50 anak. “Sekolah yang ditemukan peserta didiknya kebanyakan di bawah 50, dan soyo entek [semakin habis],” lanjut Budiarti.

Jarak sekolah berdekatan juga bisa menjadi tolak ukur dua sekolah digabung menjadi satu. “Regrouping dilaksanakan jika lokasi bangunan sekolah bersebelahan, berdekatan, atau pada radius kurang dari 1.000 meter, dengan jumlah peserta didik tidak memenuhi kuota,” lanjut Budi.

Faktor selanjutnya yang menyebabkan sekolah menjadi sasaran regrouping adalah kurangnya jumlah guru Aparatur Sipil Negara (ASN). Penataan tenaga pendidik, baik guru dan kepala sekolah yang terdampak regrouping disesuaikan dengan sekolah induk atau ditempatkan ke sekolah baru yang memiliki kekurangan tenaga pengajar.

Baca Juga: Resmi Dilantik, Berikut Daftar Nama 36 Anggota Panwaslu Kecamatan di Sukoharjo

Selain itu, bangunan dengan kondisi kerusakan dan kurang layak di atas 50% menyebabkan sekolah harus menginduk di sekolah yang berdekatan. “Kerusakan sekolah di atas 50%, kami ingin merenovasi sekolah, sayang, karena jumlah muridnya sedikit dan tidak berkembang,” lanjut Budi.

Penggabungan dua sekolah menjadi satu juga harus meninjau letak geografis antara kawasan sekolah dengan lokasi wilayah penduduk “Kami jika mau me-regrouping juga melihat letak geografisnya, kalau daerah terpencil, jarak satu sekolah dengan yang lain jauh, tidak kami laksanakan,” lanjut Budi.

Kurangnya peserta didik tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena domisili peserta didik yang tidak menetap. “Mungkin karena sekolah dasar di kawasan tersebut mayoritas orang tuanya merantau, sehingga anak ikut saudara atau nenek,” kata Budi.

Baca Juga: Grebeg Penjalin Sukoharjo Habiskan Dana Rp130 Juta, Warga Ikut Iuran

Selain itu, minat orang tua untuk menyekolahkan anak di sekolah swasta juga menjadi faktor penyebab karena kualitas yang ditawarkan lebih menjamin. “Bisa juga orang tua menyekolahkan ke sekolah swasta dengan sarana prasarana yang lebih bagus,” lanjut Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya