SOLOPOS.COM - Gilboa Lintang Asih Sunaryo, balita berusia 1 tahun empat bulan yang menderita kelainan jantung bermain bersama ibunya, Sularsih, 33, di rumahnya Dusun Banyuripan, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Klaten, (10/9/2013). (Moh Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Gilboa Lintang Asih Sunaryo, balita berusia 1 tahun empat bulan yang menderita kelainan jantung bermain bersama ibunya, Sularsih, 33, di rumahnya Dusun Banyuripan, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Klaten, (10/9/2013). (Moh Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Gilboa Lintang Asih Sunaryo, balita berusia 1 tahun empat bulan yang menderita kelainan jantung bermain bersama ibunya, Sularsih, 33, di rumahnya Dusun Banyuripan, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Klaten, (10/9/2013). (Moh Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Balita berusia satu tahun empat bulan ini bernama Gilboa Lintang Asih Sunaryo. Dia anak pertama dari pasangan suami istri Koko Sunaryo, 35, dan Sularsih, 33.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Lintang lahir prematur saat usia kandungan ibunya mencapai 31 minggu pada 25 Mei 2012 silam. “Karena lahir prematur, dia harus berada diinkubator selama beberapa bulan sejak dilahirkan,” terang Sularsih saat ditemui wartawan di rumahnya di Dusun Banyuripan, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Klaten, Selasa (10/9/2013).

Kehadiran Lintang menjadi pelengkap kebahagiaan Koko dan Sularsih. Namun, keanehan itu muncul ketika usianya Lintang baru menginjak beberapa pekan.

“Dia seperti merasakan sesak nafas. Tubuhnya lemas tak berdaya. Terkadang nafasnya berhenti untuk beberapa detik.”

Sularsih begitu terpukul saat dokter RS Bathesda Jogja memvonis anaknya mengidap kelainan jantung yang dibawanya sejak lahir. Menurut penjelaskan dokter, bilik kanan bagian atas jantung Lintang mengalami kebocoran dengan ukuran tiga milimeter. “Dokter menyarankan agar anak saya dioperasi setelah berusia setahun. Waktu itu biaya yang dibutuhkan mencapai Rp32 juta,” tandasnya.

Sularsih bertambah bingung caranya mendapatkan uang sebanyak itu. Pekerjaan suaminya hanya seorang buruh bangunan yang dibayar Rp35.000/hari. Jika tidak mendapat proyek, segala pekerjaan dilakukannya untuk menafkahi keluarganya.

Sementara dirinya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Jangankan untuk biaya rumah sakit yang mencapai Rp32 juta, penghasilanya belum cukup untuk membangun rumah sendiri. Kini dia masih tinggal bersama orangtuanya.  “Kami tak punya pilihan sehingga memberanikan diri berutang bank Rp32 juta selama tiga tahun dengan angsuran Rp1,8 juta/bulan,” jelas Sularsih.

Selain harus menanggung biaya Rp1,8 juta/bulan, Sularsih masih harus menanggung biaya kontrol kesehatan senilai Rp1,5 juta setiap bulan. Dengan begitu, dalam sebulan pengeluarannya mencapai Rp3,3 juta.

“Kami harus berutang ke sana ke mari untuk mengangsur utang ke bank. Kami sampai harus menggadaikan sertifikat tanah. Mau bagaimana lagi karena itu yang bisa kami lakukan,” jelasnya.

Rumah berlantai tanah milik orang tuanya itu masih dihuni empat keluarga. Ironisnya dalam satu rumah tersebut terdapat tiga warga yang sakit-sakitan. Ayah Sularsih terkapar lemas di ranjang akibat stroke. Sementara adik laki-lakinya, Joko Muryanto, juga menderita kebocoran jantung sejak pascagempa bumi 2006 silam. Akibat tidak terlambat mendapatkan penanganan medis, penyakit itu sudah merambat ke livernya. Perut pemuda berusia 30 tahun itu membuncit karena penyakit livernya sudah parah.

“Jantung saya itu tidak berdetak, tetapi hanya bergetar seperti telepon,” papar Joko yang sempat menghabiskan biaya Rp15 juta setelah menjalani operasi penutupan lubang jantung di RS Bathesda Jogja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya