SOLOPOS.COM - Ilustrasi perempuan muda korban kekerasan seksual. (winnipegsun.com)

Pihak kepolisian dan Pemkot Wonogiri berupaya menekan kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Solopos.com, WONOGIRI —  Pihak kepolisian mengaku kesulitan mendeteksi kejahatan moral berupa kekerasan seksual terhadap anak di Wonogiri karena pelakunya berasal dari lingkungan keluarga korban.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Kasus kekerasan seksual terhadap anak dilakukan oleh orang tua korban dan orang-orang terdekat. Sehingga semua pihak harus bekerja sama dari pemerintah hingga Ketua RT/RW, guru, orang tua, dan pihak lain,” kata Kapolres Wonogiri, AKBP Muhammad Tora, seusai halalbihalal Polres Wonogiri di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Rabu (5/7/2017).

Sebagai informasi, kasus kekerasan perempuan dan anak di Wonogiri masuk zona merah dengan angka tertinggi ketiga di Jawa Tengah. Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kasus yang mendominasi dengan pelaku dari lingkungan keluarga.

Lebih lanjut, Kapolres berharap agar Satuan Tugas (Satgas) Wonogiri Sayang Anak yang dibentuk pada Oktober 2016 lalu mampu menekan angka kekerasan terhadap anak, khususnya kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur.

“Satgas sayang anak ini berawal dari analisa data korban, pelaku, dan kejadian. Setelah dianalisa ternyata pelaku dan korban berada di satu lingkungan,” imbuh Muhammad Tora.

Berdasarkan data yang dihimpun , kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani Polres Wonogiri pada 2016 terdapat 26 kasus. Kemudian pada Januari-Juni 2017, kasus kekerasan seksual terhadap anak telah mencapai 21 kasus.

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, menyampaikan kasus kekerasan perempuan dan anak, khususnya kasus kekerasan seksual terhadap anak harus ditangani secara terstruktur. Oleh karena itu, pembentukan Satgas Wonogiri Sayang Anak diharapkan mampu membuat sistem perlindungan mulai dari keluarga hingga lingkungan sekitar.

“Kekerasan terhadap anak harus ditangani dengan terstuktur dan terukur, bukan seperti orang gagap. Ada persoalan iya, tetapi persoalan ini harus dihadapi dengan suatu sistem. Kita akan berbicara pada akar persoalan. Maka Satgas Sayang Anak berbicara mengenai persoalan preventif untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A), Reni Ratnasari, menyampaikan Wonogiri masih berada di urutan ketiga Kabupaten/Kota dengan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di Jawa Tengah.

Menurutnya, pada 2015 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai 51 kasus, 38 kasus di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Selanjutnya pada 2016, sebanyak 41 kasus kekerasan perempuan dan anak dengan 26 kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Jika ada tindakan menyimpang yang mengarah pada kekerasan seksual terhadap perempuan atau anak, dia menghimbau agar korban melaporkan ke pihak-pihak berwajib sehingga bisa diproses secara hukum.

“Anak-anak jangan mudah percaya dengan siapapun, karena ayah kandung saja menghamili anaknya. Kami akan memetakan daerah-daerah rawan kekerasan terhadap anak, lalu kami lakukan edukasi kepada keluarga-keluarga di wilayah tersebut,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya