SOLOPOS.COM - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali saat melakukan dropping air bersih di Wonosamodro, Sabtu (27/8/2022). Terdapat enam daerah rawan bencana kekeringan di Boyolali. (Istimewa/BPBD Boyolali).

Solopos.com, BOYOLALI — Tujuh kecamatan di Boyolali wajib waspada menjelang musim kemarau karena menurut prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau 2023 ini bakal lebih kering dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan pemetaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Boyolali, tujuh kecamatan yang rawan mengalami kekeringan yakni Juwangi, Kemusu, Wonosegoro, Wonosamodro, Andong, Tamansari, dan Musuk.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Walaupun kekeringan tidak melihat wilayah administratif tapi itu yang kami petakan,” kata Kepala BPBD Boyolali, Widodo Munir, saat diwawancarai Solopos.com, Jumat (17/3/2023).

Sebagai langkah antisipasi, Widodo mengungkapkan BPBD Boyolali telah menganggarkan Rp200 juta untuk bantuan air bersih di daerah-daerah kekeringan saat musim kemarau. Air tersebut nantinya akan dikirim menggunakan empat tangki BPBD begitu ada daerah yang membutuhkan.

Tak hanya itu, BPBD Boyolali juga telah menganggarkan Rp300 juta untuk membuat sumur dalam di depan kantor mereka. Walaupun dibuat di depan kantor BPBD, nantinya air dari sumur dalam akan digunakan untuk dropping air di wilayah mana pun yang membutuhkan.

“Sumur dalamnya akan kami buat di tahun anggaran 2023. Untuk daerah utara kemarin hasil survei geologinya sepertinya depositnya kurang,” katanya.

Sebagai informasi, BMKG mengungkapkan musim kemarau 2023 di Jateng bakal berbeda dibandingkan tiga tahun terakhir. Pada musim kemarau ini kondisi telah kembali normal atau bakal lebih kering dibanding periode 2020-2022.

Hal itu diungkapkan Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun BMKG Klimatologi Semarang, Iis Widya Harmoko, kepada Solopos.com, Senin (13/3/2023). Ia mengatakan pada periode 2020, 2021, dan 2022, Jateng masih mengalami kemarau basah.

“Secara umum, musim kemarau dimulai Mei. Tapi di Jateng, ada juga yang sudah berlangsung sejak April dan ada pula yang baru mulai Juni. Saat kemarau nanti, sudah kembali normal [bukan kemarau basah],” kata Iis.

Iis menerangkan mayoritas daerah di 35 kabupaten/kota di Jateng memulai kemarau pada Mei. Khusus di kawasan pesisir, musim kemarau diperkirakan sudah dimulai saat April. Sedangkan di kawasan pegunungan, seperti di Gunung Slamet dan sekitarnya bakal memulai musim kemarau pada Juni.

Iis menggambarkan pada tiga tahun sebelumnya Jateng dilanda kemarau basah sehingga kekeringan sangat berkurang. Namun tahun ini, curah hujan bakal rendah sehingga menimbulkan kekeringan atau bisa berpotensi El Nino.

Sebelumnya, beberapa warga Boyolali sudah mengeluhkan panasnya cuaca sejak sepekan ini. Mereka awalnya menduga penyebab cuaca panas di Boyolali diakibatkan aktivitas Gunung Merapi yang kembali meluncurkan awan panas sejak Sabtu (11/3/2023).

Namun menurut Kepala BPBD Boyolali, Widodo Munir, penyebab cuaca panas akhir-akhir ini di Boyolali bukan karena aktivitas erupsi Gunung Merapi. Ia mengungkapkan penyebabnya adalah masa pancaroba transisi dari hidrometeorologi basah ke hidrometeorologi kering.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya