SOLOPOS.COM - ilustrasi

Solopos.com, WONOGIRI — Kondisi kemarau basah pada 2022 dinilai lebih lama ketimbang tahun 2021. Kabupaten Wonogiri yang memiliki peta risiko bencana yang cukup besar mesti berjaga-jaga mengantisipasi potensi tersebut.

Berdasar Buletin Prakiraan Hujan Bulanan No. 77, Mei 2022, yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di Wonogiri, Juni 2022 diperkirakan masih di atas normal dan normal. Tetapi kriteria curah hujannya cenderung berkurang dibanding bulan sebelumnya, yaitu Mei.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Selama bulan Juni 2022, curah hujan di sebagian wilayah di Wonogiri berada di angka 21-50 mm. Sedangkan sebagian lainnya 51-100 mm. Meski masih tergolong tinggi, kriteria curah hujannya sudah menurun ketimbang bulan Mei.

Pada bulan tersebut, curah hujannya mencapai angka 200 mm. Fenomena atas kondisi musim kemarau semacam ini dinilai lebih parah ketimbang tahun sebelumnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri, Bambang Haryanto, mengatakan fenomena yang demikian berpotensi menimbulkan bencana. Berdasar pengamatannya, sejumlah daerah di Kabupaten Wonogiri merupakan daerah rawan longsor.

Baca Juga: Sukarelawan BPBD Wonogiri Terapkan Protokol Kesehatan Covid-19 Saat Evakuasi Bencana

Sebanyak 119 bencana yang terjadi tahun 2021, sebanyak 44 di antaranya merupakan bencana longsor. Tahun itu, longsor menjadi jenis bencana yang terbanyak di banding jenis bencana lainnya.

Bencana yang terjadi tak terlepas dari fenomena La Nina. Memasuki tahun 2022, La Nina dinilai justru menguat. Kemarau basah yang terjadi tahun ini membuat produksi pertanian menurun. Hal itu, seperti cabai, bawang merah, dan lainnya.

Imbasnya, harga hasil pertanian tersebut kini melambung tinggi. Cabai rawit merah yang harga normalnya Rp30.000/kg, kini menembus angka Rp90.000/kg.

Tingginya harga cabai rawit saat ini sama dengan akhir 2021. Kondisi saat itu memang diperkirakan sebagai puncak musim hujan. Sedangkan bulan Mei-Juni saat ini, mestinya musim kemarau.

Baca Juga: BPBD Wonogiri: Awas! Awal Kemarau Waspada Potensi Angin Kencang

Di samping melonjaknya harga sejumlah bahan pokok, kesiapsiagaan mengantisipasi bencana perlu dilakukan. Bambang mengklaim, langkah antisipasi bencana sudah diupayakan.

Pada daerah rawan longsor, sejumlah early warning system (EWS) pemantau longsor sudah diperbaiki.

“Ada empat EWS yang kami perbaiki. Dua di Desa Sumber, Kecamatan Purwantoro; satu di Kecamatan Karangtengah; dan satu lagi di Kismantoro,” jelasnya.

Meski EWS sudah diperbaiki, lanjut Bambang, warga di daerah rawan bencana tak boleh menggantungkan diri pada alat tersebut. Sebaliknya, masyarakat harus memahami jika daerahnya rawan dan curah hujan berlangsung dalam waktu lama.

Baca Juga: BPBD Wonogiri Ajak Warga Tanam Akar Wangi untuk Kurangi Erosi

“Saat hujan datang dalam waktu yang lama, harusnya masyarakat sadar dan langsung mengevakuasi mandiri,” ujarnya.

Kepala Desa (Kades) Sempukerep, Kecamatan Sidoharjo, Parmo, mengatakan wilayahnya menjadi salah satu daerah rawan longsor. Daerah rawan itu tepatnya berada di Dusun Ketangi.

Lokasi tersebut sudah dipasangi EWS di area tebing. Parmo menyebut ada 12 rumah yang rawan longsor di dusun tersebut.

“Kalau soal rusak atau masih dipakainya saya enggak tahu. Tapi kondisi kabel EWS-nya sudah putus sejak 2017 lalu,” ujar Parmo saat dihubungi Solopos.com, Senin (13/6/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya