SOLOPOS.COM - Pemancing ikan di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri menunggu umpannya disambar ikan, Rabu (1/11/2023). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Musim kemarau memberi berkah tersendiri bagi para pemancing ikan di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri. Hasil pancingan ikan mereka lebih banyak dibandingkan saat musim penghujan. Bermalam di WGM beralas tanah dan beratap langit pun dilakukan demi mendapatkan ikan sekaligus menyalurkan hobi.

Hariyono sudah lebih dari 12 jam belum beranjak dari tempat mancingnya di WGM sejak Selasa (31/10/2023) pukul 19.00 WIB di Desa Sendang, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, tidak jauh dari lokasi karamba atau tempat budi daya ikan air  tawar. Empat joran pancing yang dia bawa telah siap siaga disambar ikan air tawar WGM seperti nila dan tawes.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Matanya awas mengawasi senar pancing dari joran-joran itu. Sedikit saja ada pergerakan tarikan senar, cepat dia mengambil joran dan menarik senar sembari harap-harap ada ikan yang terkail di pancingnya. Kalau lagi beruntung, begitu dia melemparkan umpan ke waduk, tidak begitu lama umpannya disambar ikan nila selebar empat jari orang dewasa. Tetapi itu jarang. Malahan lebih sering mendapat sampah plastik yang menyangkut di kail pancingnya.

“Saya dari kemarin malam di sini, tidur di sini bareng satu teman, enggak pakai tenda. Sengaja ke sini dari Kismantoro. Sudah lama enggak ke sini. Lihat foto-foto di grup Facebook pemancing yang pamer hasil mancingnya di WGM jadi pengin ke sini,” kata Hariyono saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (1/11/2023).

Sudah hampir setengah tahun Hariyono tidak memancing ikan di WGM. Maklum jarak rumahnya dengan waduk lebih dari 60 km dan ditempuh dalam waktu lebih dari dua jam. Dia lebih sering memancing ikan di telaga sarangan karena dekat dengan rumah, hanya butuh waktu satu jam untuk sampai ke sana. 

Tetapi Hariyono jauh-jauh memancing di WGM bukan tanpa alasan. Menurutnya saat kemarau dia lebih mudah dan cepat mendapat ikan. Sebab waduk menjadi dangkal sehingga area ikan berkumpul semakin kecil. Rabu pagi itu, empat joran yang dia gunakan sudah menghasilkan lebih dari tiga kilogram (kg) ikan antara lain nila dan tawes. 

Hasil itu sedikit lebih banyak dibandingkan saat dia memancang pada musim penghujan yang hanya sekitar dua kg dengan durasi yang sama. Hanya, laki-laki itu menyebut ikan yang dia dapatkan berukuran kecil-kecil saat kemarau. “Kalau kondisi waduk begini lebih cepat dapat ikan, tapi ikannya kecil-kecil. Kalau pas penghujan dapat ikannya lama, tapi ikannya gede-gede,” ujar dia.

Warga Kecamatan Wuryantoro, Dimas, menyampaikan hal serupa. Kemarau merupakan waktu yang tepat untuk memancing di WGM. Ikan-ikan di waduk relatif lebih mudah dipancing dibandingkan saat penghujan, apalagi saat pagi hari.

Hasil memancing dari WGM biasanya dia konsumsi sendiri. Jarang sekali dia menjual ke orang. Dimas mengaku ada kepuasan tersendiri ketika bisa makan ikan hasil dari tangkapan sendiri.

Laki-laki 20 tahun itu rutin menyempatkan waktu untuk memancing setidaknya sekali dalam sepekan. Kegiatan memancing yang menurut sebagian orang membosankan, menurut Dimas justru kebalikannya. Memancing bisa menjadi sarana penyegaran setelah sibuk bekerja selama sepekan. 

“Kalau libur begini, dari pada di rumah, mending pilih mancing. Bisa buat refreshing. Kalau kemarau gini ikannya banyak, dapat ikannya juga banyak. Normalnya saya bisa bawa pulang ikan lebih dari dua kilogram, kalau penghujan paling-paling sekilogram sajaungkap dia

Pagi itu dia membawa tiga joran pancing, satu joran dia beli seharga Rp200.000–Rp400.000. Menurut dia, modal untuk memancing yang proper, butuh uang setidaknya Rp250.0000. Uang senilai itu sudah bisa dapat satu joran, rel serta senar, pengapung, dan umpan dari pelet. 

“Pelet itu opsional, artinya banyak jenis dan sesuai kebutuhan. Saya, biasanya beli Rp20.000 sudah dapat sekilo lebih. Kalau pas lagi banyak ikan, biasnya tanduk beli. Di sini kan banyak yang jual pelet,” katanya.

Pemancing lain dari Kecamatan Wuryantoro, Dodi, mengatakan cuaca panas menyebabkan ikan-ikan besar rentan mati. Ikan-ikan itu tidak tahan panas dan kekurangan oksigen. Itu mengapa ikan besar sulit dipancing saat kemarau. 

Penjual peralatan pancing di Desa Sendang, Aris, mengatakan kemarau seperti sekarang ini tidak terlalu banyak mempengaruhi tingkat penjualan. Barang yang paling laku yang dijual adalah umpan. Baik kemarau atau penghujan, dalam sehari rata-rata dia bisa menjual naik-turun 15 kg pada hari kerja. Sedangkan saat akhir pekan meningkat menjadi 20 kg—25 kg per hari. Satu kilogram umpan pelet dia jual seharga Rp17.000/kg.

“Yang mancing di waduk kebanyakan malah berasal dari luar kota. Mereka yang beli umpan pun di warung saya pun kebanyakan dari luar kota. Mereka sampai menginap di waduk. Kadang bikin tenda sendiri. Orang Wonogiri sendiri malah jarang. Mungkin sudah bosan,” ungkap dia. 

Dia menambahkan, saat sekarang ini para pemancing mudah mendapatkan ikan tetapi ikan berukuran kecil. Hal itu karena ikan besar tidak mampu bergerak banyak di perairan dengan suhu panas dan oksigen yang rendah. “Jadi walaupun airnya surut, ikan itu tidak banyak gerak. Kalau banyak gerak malah cepat mati, makanya sulit dipancing,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya