SOLOPOS.COM - Kepala Puskesmas Sukoharjo, Kunari Mahanani saat ditemui di sekitar kawasan Sukoharjo Kota, Selasa (10/1/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri).

Solopos.com, SUKOHARJO — Angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu melahirkan (AKI) meningkat di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo.

Peningkatan kematian terjadi pada Intrauterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin setelah usia kehamilan 20 pekan dan kematian neonatal atau bayi baru lahir.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kepala Puskesmas Sukoharjo, Kunari Mahanani atau sering disapa Anik menyebut angka kematian IUFD meningkat dari sejumlah 4 anak pada 2021 menjadi 6 anak pada 2022. Sementara kematian bayi baru lahir lebih tinggi dari sejumlah 4 anak pada 2021 menjadi 7 anak pada 2022.

“Penyebabnya adalah kehamilan berisiko tinggi misalnya dari kehamilan yang tidak direncanakan contohnya karena kegagalan KB. Lalu umur kehamilan 35 tahun ke atas, jarak anak terlalu dekat, paparan rokok, dan riwayat hipertensi,” katanya saat ditemui Solopos.com di kawasan Sukoharjo Kota pada Selasa (10/1/2023).

Anik mengatakan IUFD diklasifikasikan menjadi dua yakni  IUFD dini dan lanjut. IUFD dini terjadi sebelum usia kehamilan 24 pekan sementara IUFD lanjut terjadi setelah usia kehamilan 24 pekan.

Dia menyebut kematian bayi dengan usia 0-2 bulan pada 2021 sebanyak 2 anak sementara pada 2022 tidak ditemukan kasus kematian bayi. Pada 2021 kematian balita usia 2-3 tahun tercatat sejumlah satu anak. Sementara pada 2022 tidak ditemukan kasus kematian balita.

“Kalau jumlah lahir hidup menurun, pada 2021 lahir hidup sebanyak 1.241 anak. Sementara pada 2022 angka lahir hidup 1.068 anak,” urai Anik.

Pada 2021 dia menyebut tercatat sejumlah 1.358 ibu melahirkan dari jumlah tersebut 2 ibu harus kehilangan nyawa. Pada 2022 dari 1.176 ibu melahirkan 2 di antaranya mengalami hal serupa.

Sementara pada bidang kesehatan menurutnya memiliki persentase 20% dalam menangani status stunting maupun kehamilan berisiko.

Anik mengatakan dibutuhkan seluruh komponen guna menekan angka kasus tersebut. Dia menyebut pihaknya telah berupaya menekan angka kasus melalui beberapa kebijakan.

Di antaranya sosialisasi misalnya saat masyarakat datang ke fasilitas kesehatan (faskes) seperti posyandu dan lainnya. Selain itu juga melalui sosial media.

Sementara Direktur RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo, Yunia Wahdiyati menyebut AKB yang tercatat di RSUD Ir. Soekarno sejumlah 14 kasus pada 2021 dan 19 kasus pada 2022. Sementara AKI pada 2021 tercatat sebanyak 4 kasus dan 2 kasus pada 2022.

“Dalam kasus angka kematian bayi, penyebab kematian ada beberapa di antaranya gagal nafas dan bayi berat lahir sangat rendah [BBLSR],” ungkap Yunia.

Yunia membeberkan upaya penekanan kasus dilakukan melalui pembentukan tim. Tim tersebut tidak hanya untuk menekan AKB tetapi juga AKI meski pada 2021 menuju 2022 AKI menurun. Dia juga telah menyusun program yang lebih terarah bekerja sama dengan faskes sekitar dalam rangka deteksi dini dan pengelolaan ibu hamil risiko tinggi.

Selain itu pihaknya telah membuat jejaring rujukan dengan faskes lain. Penguatan kapasitas internal layanan ibu bersalin dan bayi baru lahir juga menjadi upaya lain. Selain itu pemenuhan alat kesehatan, sarana prasarana untuk pelayanan ibu bersalin dan bayi baru lahir juga terus ditingkatkan.

“Kami juga mengedukasi masyarakat melalui kegiatan [promosi kesehatan rumah sakit] PKRS dalam meningkatkan pengetahuan ibu terkait perawatan selama kehamilan. Sekaligus untuk mengenali tanda bahaya kehamilan dan perawatan bayi baru lahir,” ujar Yunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya