SOLOPOS.COM - Petani ikan Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Kedung Ombo, Dukuh Bulu Serang, Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali saat memindahkan ikan yang mengalami kematian massal, Minggu (1/1/2023). Kematian massal tersebut dimulai sejak Sabtu (31/12/2022) pagi. (Solopos/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALIKematian ikan di Waduk Kedung Ombo (WKO), Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu, terus bertambah.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Boyolali per Senin (2/1/2023) pagi, kematian ikan mencapai Rp2,7 miliar..

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kepala Disnakkan Boyolali, Lusia Dyah Suciati, melalui Kepala Bidang (Kabid) Perikanan, Nurul Nugroho, menyatakan data tersebut per jam 08.00 WIB.

“Jumlah kematian ikan 100 ton dengan total kerugian Rp2,7 miliar. Untuk yang terdampak 31 orang pembudidaya KJA [Keramba Jaring Apung],” jelasnya saat dihubungi Solopos.com via WhatsApp, Senin.

Ia mengatakan data tersebut masih akan terus berjalan karena kerugian petani masih dihitung. Ia mengatakan sempat mendapat data 288 ton ikan mati, akan tetapi harus diverifikasi.

Nugroho juga menyatakan Disnakkan Boyolali akan berkoordinasi dan laporan ke Sekda Boyolali, Masruri, terkait kejadian dan bantuan untuk petani di Waduk Kedung Ombo tersebut.

Sebelumnya, ia menyebut kejadian bermulai sejak Sabtu (31/12/2022) pagi sekitar pukul 07.00 WIB. Nugroho mengungkapkan penyebabnya kematian massal karena cuaca sepekan tanpa sinar matahari sehingga kondisi air dingin dan terjadi upwelling sekaligus drop oksigen (DO).

“Untuk upaya yang dilakukan ada pemindahan keramba dari titik yang aman upwelling dan dipompa pakai diesel air untuk menaikkan DO,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan upwelling adalah kejadian naiknya massa air bawah waduk Kedung Ombo yang banyak mengandung racun amonia ke permukaan sehingga meracuni ikan dan terjadi kematian massal.

Nugroho menjelaskan sumber terbesar racun amonia berasal dari sisa pakan dan kotoran ikan dari budidaya KJA.

“Fenomena upwelling sering terjadi karena overload KJA dan terlalu intensifnya budidaya ikan dengan sistem KJA,” kata dia.

Nugroho merekomendasikan beberapa hal seperti petani segera memanen ikan yang sudah masuk ukuran jual.

Kemudian, pembatasan jumlah keramba di KJA WKO, pemantauan kualitas air secara berkala, efisiensi pemberian pakan ikan di KJA WKO, re-zonasi KJA di WKO, dan aplikasi sistem SMART KJA untuk budidaya ikan yang ramah lingkungan di WKO.

“Kematian massal ikan karena fenomena upwelling sendiri merupakan siklus tahunan yang sering terjadi di hampir semua waduk dengan budidaya ikan KJA. Sangat perlu pendampingan dan penyadaran kepada kelompok KJA akan pentingnya monitor kualitas air,” kata dia.

Di wawancara terpisah, Kasi Pelayanan dan Kesra Desa Wonoharjo, Pujiyanto, menyatakan ia mendata by name by address, kerugian yang diderita petani KJA mencapai 174,9 ton dengan 33 petani KJA terdampak.

Untuk kerugian, ia mengalikan 174,9 ton dengan harga per kilogram Rp25.000, maka dihasilkan kerugian Rp4,3725 miliar.

Ia juga menyatakan data terus bisa terus bertambah karena fenomena upwelling masih belum tahu sampai kapan berhenti.

“Ini juga kelihatannya petani-petani sudah pada kecapaian. Saya tadi pagi cek ke tengah [keramba] bau bangkai ikannya sudah sangat menyengat, artinya semalam enggak dikubur,” jelasnya.

Pujiyanto berharap ke depan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali dan instansi terkait bisa memberikan bantuan.

“Entah itu bantuan permodalan atau bibit ikan. Atau malah sejenis pelatihan dari Dinas Perikanan agar hal ini tidak terjadi lagi. Misal terjadi pun bisa diminimalisir,” harap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya