SOLOPOS.COM - Program Srawung Sinema oleh Komunitas Kembang Gula digelar di Kampung Batik Laweyan, Solo, Sabtu (10/6/2023) malam. (Solopos.com/Nova Malinda).

Solopos.com, SOLO —Memanasnya kondisi politik di Jakarta dan Solo serta maraknya isu teroris pada 2017, melatarbelakangi berdirinya komunitas film maker bernama Kembang Gula.

Bermarkas di Purwonegaran, Sriwedari, Laweyan, Solo, komunitas yang sudah berbentuk yayasan ini bergerak untuk menyebarkan pesan toleransi dan keberagaman Indonesia.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Jadi 2017 lagi panas-panasnya kondisi politik di Jakarta, di Solo juga terasa. Dan juga, saat itu lagi maraknya terorisme di anak muda. Kami melihat, gerakan fanatisme semakin merajalela,” ucap salah satu pendiri komunitas, Fanny Chotimah saat dihubungi Solopos.com, Senin (12/6/2023).

Komunitas ini dicetuskan Fanny Chotimah bersama tujuh temannya. Mereka adalah Dewi Candraningrum, Agustian Tri Yuanto, Steve Pillar Setiabudi, Ayu Mitha Radila, Ricas CWU, Prima Alim Tito, dan Christianti.

Organisasi ini resmi berbadan hukum sebagai Yayasan Kembang Gula pada 5 Juli 2018. Dari delapan orang pendiri, ada tiga orang yang sampai saat ini masih aktif di Kembang Gula, yakni Agustian Tri Yuanto, Fanny Chotimah, dan Christianti.

“Keanggotaan bersifat terbuka dan volunteering dalam setiap programnya,” jelas dia.

Program pertama yang dibuat oleh Komunitas Kembang Gula adalah Festival Film Merdeka. Festival ini menampilkan karya sinema lokal berdurasi pendek menggunakan layar tancap. Kegiatan ini dilakukan setiap Agustus momen kemerdekaan.

“Nasionalismenya tumbuh saat merayakan kemerdekaan, kegiatan ini kerja sama dengan karang taruna di kampung-kampung,”

Saat itu Kembang Gula belum punya film. Namun, Kembang Gula menggandeng sejumlah komunitas film maker yang berdurasi pendek. Festival ini dilakukan serentak dan simultan di sejumlah lokasi.

Festival ini dilakukan rutin setiap tahun, hanya vakum pada 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19. Lalu pada 2022, komunitas lebih fokus ke pemutaran film di kampung-kampung karena belum diizinkan membuat kegiatan kerumunan, sehingga meniadakan festival.

“Dulu Festival Film Merdeka kami pertama kali di Sriwedari. Pernah juga digelar di Ngarsapura, Balai Kota,” ucap dia.

Seiring berjalannya waktu, Kembang Gula pun berinisiatif membuat film karya sendiri pada 2019. Tujuh film yang diproduksi komunitas sampai saat ini meliputi 3 Warna 1 Cita pada 2019, Hari Hari Radya Pustaka pada 2020, Aku dan Bhineka pada 2020, Rasa(h) pada 2021, Solo Love Story 2021, Riwayatmu Kini pada 2022, dan Payung Dara pada 2022.

“Jenis produksi film kami ada fiksi pendek, fiksi panjang, dan dokumenter ada juga,” jelas dia.

Kembang Gula meluaskan misinya melalui program kedua yang berupa workshop. Kegiatan workshop tim terdiri atas 12 orang, beranggotakan sekitar 20-30 orang peserta dalam setiap sesinya. Program produksi film melibatkan 25-50 orang kru film ditambah 10-25 orang pemain.

“Juli besok kami akan mengadakan workshop film pendek, kadang kami workshop editing, workshop penulisan,” terang dia.

Ada pula program Kelas Sinema, program ekstrakurikuler film di sekolah SMP dan SMA Kalam Kudus. Anggota tiap kelas diisi oleh 20 orang peserta. Lalu program pemutaran reguler tim sebanyak delapan orang, penonton yang memeriahkan sekitar 50-150 orang.

“Program Apresiasi menonton film Indonesia di bioskop, kami membagi minimal 20 tiket gratis. Setiap sesi pemutaran film,” ucap Fanny.

Dan yang terakhir, program Srawung Sinema. Program ini blusukan ke kampung, sekolah, hingga rusunawa untuk memutarkan sinema layar tancap.

Fanny menjelaskan pemutaran ini dilakukan satu sampai dua kali sebulan. Kegiatan ini berkolaborasi dengan sejumlah film maker diantaranya Solo dan Yogyakarta.

“Program ini sejak Desember 2022, kami menyisir kampung-kampung yang ada di Soloraya, kami mulai pertama di Malangjiwan, Colomadu, Karanganyar,” jelas dia.

Setiap bulan ada tema yang dibawakan. Seperti lingkungan, toleransi, keberagaman, dan lainnya. Ada dua genre yang biasa ditayangkan, yakni anak-anak dan dewasa.

“Kami tutup dengan kegiatan ngobrol santai bareng dengan pembuat filmnya,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya