Soloraya
Kamis, 16 Agustus 2012 - 20:45 WIB

“Kemiskinan Perempuan Belum Teratasi”

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (Dwi Prasetya/Espos/dok)

ilustrasi (Dwi Prasetya/Espos/dok)

WONOGIRI--Pemerintah dinilai gagal dalam menanggulangi kemiskinan yang menimpa kaum perempuan. Berbagai program penanggulangan kemiskinan yang digulirkan pemerintah dianggap belum terintegrasi dengan baik.

Advertisement

Hal itu mengemuka dalam Diskusi Kemiskinan Perempuan di Aula Persepsi Klaten, Kamis (16/8/2012). Diskusi tersebut menghadirkan peserta dari perwakilan organisasi masyarakat, organisasi perempuan, organisasi keagamaan, Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Klaten, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat.

Penanggung Jawab Program Perempuan dan Usaha Kecil Persepsi Klaten, Yanti Susanti, selaku pembicara dalam diskusi itu, mengatakan kemiskinan merupakan salah satu masalah mendasar yang menjadi perhatian serius pemerintah. Menurutnya indikator kemiskinan tidak hanya menyangkut kondisi seseorang yang tak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan. Minimnya akses di bidang perekonomian, politik, sosial, pendidikan dan kesehatan, kata Yanti, juga menjadi indikator kemiskinan.

Yanti menjelaskan, sebenarnya pemerintah sudah melakukan beragam cara untuk menanggulangi kemiskinan. Beberapa program itu meliputi adanya kebijakan subsidi langsung tunai (SLT), proyek peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (P4K), kelompok usaha bersama (KUBE), usaha ekonomi desa simpan pinjam (UEDSP), pengembangan kawasan terpadu (PKT), pengembangan prasarana pendukung desa tertinggal (P3DT), kredit usaha rakyat (KUR) dan lain-lain. Akan tetapi, berbagai program itu dinilai belum terintegrasi dengan baik sehingga tak mampu mengatasi kemiskinan yang dialami perempuan. “Data BPS [Badan Pusat Statistik] 2009 disebutkan bahwa angka buta huruf perempuan masih tinggi yakni mencapai 8%. Sebanyak 60% dari jumlah penduduk di Indonesia adalah perempuan. Akan tetapi, hanya 3,92% perempuan yang bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi,” ujar Yanti.

Advertisement

Di bidang kesehatan, angka kematian ibu melahirkan relatif tinggi. Tahun 2010 silam, terdapat 10.260 kasus kematian ibu melahirkan. Angka itu menunjukkan dalam sebulan terdapat 855 kasus kematian ibu melahirkan, 214 kasus per pekan, delapan kasus perhari, atau tiga kasus dalam satu jam. “Angka itu merupakan kasus kematian ibu melahirkan tertinggi di ASEAN,” kata Yanti.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif