SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Bisnis)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SRAGEN — Berbeda dengan Solo, Karanganyar, dan Sukoharjo, Kabupaten Sragen tak memiliki rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Meski sempat ada wacana dari pemerintah pusat untuk mendirikannya, namun tak terlaksana.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Rupanya masyarakat Sragen tidak tertarik dengan rusunawa karena lahan di Bumi Sukowati ini masih luas berbeda misalnya dengan Kota Solo yang lahannya relatif terbatas. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Sragen lebih tertarik untuk membeli rumah bersubsidi karena harganya relatif terjangkau, hanya Rp150 jutaan.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Pertanahan, dan Tata Ruang (Disperkimtaru) Sragen, Aris Wahyudi, mengungkapkan rusunawa memang tidak diminati masyarakat. Sosial budaya masyarakat Sragen, menurutnya, belum tertarik rusunawa.

“Kami pernah melakukan survei kecil-kecilan tentang rusunawa di Sragen. Dari sampel yang diambil semua menyampaikan tidak tertarik dengan rusunawa, tetapi lebih memilih perumahan bersubsidi. Itu karena lahannya masih luas dibandingkan jumlah penduduk yang membutuhkan perumahan. Kami masih mendorong 30% dari perumahan harus ada yang bersubsidi,“ jelas Aris saat ditemui Solopos.com, Rabu (19/4/2023).

Dia menerangkan banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang larinya ke perumahan subsidi karena bisa mengambil pembiayaan dengan uang muka dan bunga ringan. Animo masyarakat membeli rumah bersubsidi, sambung Aris, cukup tinggi.

“Kami melakukan pembinaan kepada pengembang perumahan supaya perumahan bersubsidi itu diprioritaskan untuk MBR. Bila tidak laku baru boleh dijual untuk warga yang berinvestasi. Selama ini ketersediaan rumah subsidi lebih besar dari pada jumlah orang yang membutuhkan,“ jelasnya.

Pola Pikir Horizontal

Kabid Perumahan Disperkimtaru Sragen, Puji Lestari, menyampaikan supaya tidak terbengkalai, sebelum membangun rusunawa harus ada survei. Dari pengamatan sederhana diketahui minat warga Sragen tinggal di rusunawa kecil. Rusunawa  biasanya berdiri di daerah industri.

“Masyarakat Sragen itu pola pikirnya masih horizontal bukan vertikal. Orang mampu di Sragen saja masih belum sreg untuk beli apartemen, sehingga investasinya masih perumahan horizontal. Saya belum survei tetapi untuk membangun rusunawa itu harus tersedia lahannya, semua siap bangun, utilitasnya siap, butuh dana besar, tetapi masyarakat Sragen belum berminat,“ katanya.

Di zona industri seperti Purwosuman di Kecamatan Sidoharjo, Puji mengatakan warga masih cenderung memilih tinggal di perumahan subsidi.

Sragen termasuk daerah satelit kota solo bersama Sukoharjo, Boyolali dan Karanganyar. Wilayah satelit ini biasanya menjadi rujukan alternati warga Solo yang tak punya hunian di kota asal mereka. “Di Kalijambe [Sragen] ada perumahan komersial dijual dengan harga Rp400 jutaan dengan harapan bisa menggaet konsumen Solo,“ katanya.

Puji menerangkan perumahan subsidi masih jadi primadona warga berpenghasilan rendah untuk memiliki tempat tinggal. Konsumennya biasanya dari kota yang bekerja di Sragen sehingga mencari tempat tinggal yang dekat dengan lokasi kerja.  Perumahan bersubsidi di dekat Terminal Pilangsari, Ngrampal, Sragen tersedia 100 unit dan kini sudah habis terjual.

“Segmen perumahan bersubsidi ini tidak hanya buruh pabrik, tetapi pegawai negeri sipil golongan I-III pun mengambil perumahan bersubsidi. Penekannya bukan subsidinya, tetapi penghasilannya di bawah Rp4 juta per bulan,“ katanya.

Dia menyebut ada 10 pengembang di Sragen yang bermain di perumahan subsidi, seperti di Sragen kota, Karangmalang, Ngrampal, sampai Gemolong, dan Kalijambe. Bisnis perumahan subsidi labanya sedikit, tetapi perputaran uangnya cepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya