SOLOPOS.COM - Ilustrasi pekerja seks perempuan (Image by vectorjuice on Freepik)

Solopos.com, SOLO — Eks-Karesidenan Surakarta yang kini lebih dikenal dengan nama Soloraya tak memiliki lokalisasi resmi. Namun, wilayah ini bukan berarti bebas dari pekerja seks.

Seribuan pekerja seks tersebar dari Solo, Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Klaten, Sragen hingga Wonogiri. Mereka tergabung dalam komunitas-komunitas yang nantinya menjadi jangkauan sukarelawan untuk menjalani program pemeriksaan seperti voluntary counseling and testing (VCT), Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Inspeksi Visual Asam asetat (IVA). 

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sukarelawan bergantian menyasar satu komunitas pekerja seks yang jamaknya berasal dari kalangan perempuan ke komunitas lain.

Salah seorang sukarelawan penjangkau, Kinara, rela membagi sebagian waktunya untuk mengajak para pekerja seks perempuan (PSP) sadar akan kesehatan. Kinara sendiri adalah mantan PSP yang kini telah bekerja di sektor formal.

Caranya menjangkau kalangan PSP adalah dengan mendatangi red district terselubung, berburu komunitas PSP di media sosial, menyambangi panti pijat, room karaoke, dan sebagainya.

Ia kemudian menawarkan mereka untuk menjalani VCT atau minimal menawarkan penggunaan alat uji HIV mandiri. Dari satu pintu ke pintu lain, Kinara kerap mengalami penolakan.

“Ada yang mau tes tapi kemudian batal karena dilarang muncikari atau suaminya sendiri. Ada yang sudah sampai VCT dan statusnya positif HIV tapi enggak bisa lanjut menebus obat Antiretroviral (ARV), juga karena dilarang,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (15/9/2023). 

Obat ARV merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi.

Efeknya yang beragam kepada setiap orang membuat muncikari atau pasangan dari PSP itu takut mereka tak bisa bekerja. “Jadi ya relasi kuasa yang menjadi kendala utama,” ucapnya.

Relasi kuasa berlaku saat satu pihak memiliki atribusi serta power yang lebih tinggi dibandingkan pihak lain serta menggunakan hal tersebut untuk menguasai individu atau kelompok yang dianggap lemah.

“Pasangan PSP ini menguasai PSP karena mungkin mengancam akan meninggalkan kalau VCT atau mengakses ARV, lalu si muncikari melarang PSP karena menguasai materi PSP yang dijadikan kontrol. Ini kaitannya dengan ekonomi. Kasus seperti ini jamak sekali terjadi,” kata Kinara.

Perempuan asal Sukoharjo itu menyebut sulit bagi PSP untuk lepas dari jerat relasi kuasa. PSP harus disadarkan untuk tegas dan berani sehingga bisa menentukan keputusannya sendiri tanpa takut ditinggalkan pasangan atau dikeluarkan dari komunitas muncikarinya.

Selain relasi kuasa, kendala lain penjangkaun adalah tak terlacaknya PSP karena mereka bergerak secara mandiri. Di masa sekarang, PSP bisa beroperasi menggunakan ponsel pribadi, bertransaksi sendiri, sehingga tak terdeteksi dan tak bisa dijangkau sukarelawan karena statusnya yang tak terlihat sebagai PSP. 

“Paling saya jangkau dari satu komunitas untuk menyebarkan informasi soal VCT Mobile dan sejenisnya lewat aplikasi perpesanan WhatsApp atau media sosial (medsos). Harapannya dari mulut ke mulut akan menjangkau PSP hingga mereka mau memeriksakan diri,” tuturnya.

Jika informasi tersebut menyebar, maka Kinara dapat dengan mudah melakukan pendataan atau mapping bagi mereka yang masih melakukan perilaku berisiko ini.

Paralegal Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), Uik, mengatakan kendala lain dalam penjangkauan PSP adalah diskriminasi dari layanan kesehatan.

Tak sedikit PSP yang bersedia melakoni VCT namun justru dipandang sebelah mata oleh petugas kesehatan. Mereka bahkan tak jarang langsung distigma. “Oalah, kamu lonte (PSP dalam bahasa Jawa kasar) tho,” kata Uik, menirukan ucapan salah seorang petugas kesehatan kepada PSP yang masuk ke laporannya, beberapa waktu lalu.

Diskriminasi tersebut membuat PSP tak nyaman sehingga terkadang mengurungkan niatnya untuk VCT atau menjalani kontrol berikutnya. Kendala berikutnya adalah akses ARV bagi PSP berstatus HIV positif yang kadang suplainya tersendat.

Manager Divisi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat (PPKBM) Yayasan SPEK-HAM, Fitri Haryani, mengatakan penjangkauan kelompok berisiko tinggi atau rentan atau populasi kunci yang terdiri dari transpuan, lelaki seks lelaki (LSL), PSP, orang dengan HIV/AIDs (ODHA), dan penasun (pengguna narkoba suntik) memiliki karakter dan kendala yang berbeda. 

Dari kelima kelompok rentan tersebut, PSP lebih memiliki beban ganda bahkan berlapis. “Mereka bagian dari perempuan pekerja yang dilacurkan. Kami menemukan kasus tak sedikit bahwa PSP itu diantarkan oleh suaminya sendiri yang secara hukum dan agama sah sebagai pasangan, justru dilacurkan,” kata dia.

Fitri menyebut beban berikutnya adalah sulitnya mereka mengakses IVA test yang terkadang tak bisa dijangkau oleh mereka yang harus berstatus menikah. Padahal, banyak dari PSP itu yang belum menikah, sudah menjalani hubungan seksual yang aktif, bahkan berisiko tinggi namun tetap tak memiliki hak penuh atas tubuhnya karena belum memiliki buku nikah.

“Bagaimana akses mendapatkan tes IVA tu sudah sulit sejak administrasi awal. Ini juga menjadi bagian kendala mengakses pemenuhan kesehatan reproduksi perempuan,” ungkapnya.

Fitri berharap kendala-kendala tersebut menjadi masukan untuk pemerintah karena kesehatan adalah hak setiap warga negara dan dijamin Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan negara wajib untuk menyediakannya.

 



Berita ini merupakan bagian dari tulisan berseri tentang penjangkauan dan pendampingan masyarakat terhadap kelompok rentan. Simak tulisan menarik lainnya di sini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya