SOLOPOS.COM - GKR Wandansari atau Gusti Moeng (kiri) bersama Kepala Pasinaon Tata Busana Keraton Solo, R.M Riyo Panji Restu Budi Setiawan (kanan) menjelaskan tata cara upacara adat pengantin gaya Surakarta di Hotel Kusuma Sahid Solo, Senin (16/1/2024). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—-Pasinaon Tata Busana Keraton Solo mengadakan acara talk show tata cara upacara adat pengantin gaya Surakarta di Hotel Kusuma Sahid Solo, Senin (16/1/2024).

Kepala Pasinaon Tata Busana Keraton Solo, R.M Riyo Panji Restu Budi Setiawan, mengatakan acara tersebut diadakan untuk meluruskan kesalahan dalam tata cara upacara pengantin yang biasa dipraktikan oleh masyarakat.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Restu mengatakan masih ditemui beberapa kesalahan tentang praktik tata cara upacara adat pernikahan. Dia mencontohkan tata cara Panggih Pengantin yang termasuk sakral dalam upacara pernikahan dengan adat Jawa.

“Panggih itu harus dilaksanakan di satu tempat yang harus simetris lurus dengan tempat untuk upacara krobongan. Sekarang itu banyak yang manggih adalah seorang laki-laki, padahal dalam sebuah aturan di Keraton harus seorang perempuan yang sudah berkeluarga,” kata dia kepada Solopos.com, Senin (16/1/2024).

Selain itu, dia mengatakan ada kesalahan ketika pengantin saling menyuapi. Seharusnya tidak dilakukan ketika resepsi. Hal itu terkait dengan etika. Dia mengatakan tata cara tersebut seharusnya dilakukan di dalam kamar pengantin. Tata cara itu disebut upacara dahar klimah.

“Dahar Klimah itu sebetulnya memakan makanan atau yang telah dikepal dari suami kepada istrinya, begitu sebaliknya. Itu bermakna mereka saling mencerna perkataan satu sama lain dan memahami satu sama lain, esensinya seperti itu,” kata dia.

Selain itu soal tata busana pengantin juga terdapat kesalahan. Misalnya dalam busana khas Jawa yakni dodotan, dia mengatakan saat ini banyak yang dipakaikan kaus atau kerudung. Restu menyebut praktik itu sudah diluar pakem.

“Itu kan sebetulnya menyalahi adat, kalau memang pengantin tidak mau melepas jilbab bisa memilih gaya berpakaian muslim, itu kan lebih baik,” kata dia.

Restu menjelaskan dodotan merupakan busana yang sakral di Karaton. Mulanya busana tersebut dilarang dipakai di luar lingkungan Keraton. Sebelum akhirnya pada era Pakubuwono XII diizinkan untuk dipakai di luar.

“Kalau sudah diizinkan, harusnya masyarakat yang memakai itu menghormati dengan cara jangan merusak pakem yang ada,” kata dia.

Restu menegaskan tata cara busana dan upacara adat gaya Surakarta harus dikembalikan sesuai pakemnya. Hal itu lantaran warisan budaya yang perlu dilestarikan dan dijaga.

Pasinaon Tata Busana sendiri merupakan sebuah lembaga di bawah naungan Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Solo yang sudah berdiri sejak 1993. Yayasan tersebut berfokus bergerak untuk melayani masyarakat yang ingin mengetahui seluk beluk atau ilmu yang bersumber dari Keraton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya