SOLOPOS.COM - Rampokan macan di Jawa sekitar abad ke-19 hingga ke-20. (KITLV)

Solopos.com, SOLO — Perjalanan sejarah Keraton Solo pernah diwarnai tradisi pertarungan layaknya gladiator di masa Kekaisaran Romawi yang mempertarungkan antara manusia dengan hewan buas. Rampogan Macan namanya.

Hal itu diungkapkan pegiat sejarah dari Solo Societeit, Dani Saptoni, saat tur sejarah Bahureksa Surakarta, Sabtu (20/8/2022) sore. Tur diikuti puluhan pencinta sejarah dari berbagai daerah di Jawa Tengah (Jateng).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Menurut Dani, Rampogan Macan dimulai saat era Paku Buwono (PB) IV dan berlangsung hingga era PB IX. Pada era PB X terjadi perubahan upacara di Keraton. “Rampogan Macan adalah salah satu upacara kebesaran Raja, tergolong acara tertinggi. Sebab acara itu menampilkan kewibawaan dan kekuasaan Raja. Tapi di era PB X, pemerintah Belanda meminta ada perubahan upacara di Keraton,” ujarnya.

Dani menjelaskan tradisi Rampogan Macan di Keraton Solo mengadu macan dengan kerbau atau banteng atau bahkan prajurit. Tapi seringnya acara itu mempertarungkan antara macan dengan beberapa prajurit Keraton yang menggunakan senjata tombak.

tradisi keraton solo
Ketua Solo Societeit, Dani Saptoni memimpin rombongan tur Bahureksa Surakarta saat menyusuri jejak sejarah Keraton Solo di kompleks Sitihinggil Keraton, Sabtu (20/8/2022). (Solopos/Kurniawan)

Ketika akan ada upacara besar, Dani menerangkan sejumlah prajurit diutus untuk berburu dan menangkap beberapa macan di hutan. Setelah berhasil ditangkap, harimau-harimau tersebut dibawa ke Keraton dan diletakkan di sebuah kandang.

Baca Juga: Aksi Gladiator Rampokan Macan, Satu Penyebab Punahnya Harimau Jawa

Lokasi kandang itu berada di timur Mapolsek Pasar Kliwon. “Timur Polsek Pasar Kliwon ke timur, di situ dulu kandang-kandang macan. Dibawa dari hutan ke situ pakai jodang gede, kaya sik nggo nggawa alat sajen tapi ukuran gede,” kata Dani.

Bekas Cakaran Harimau

Ketika acara tradisi Rampogan Macan, Dani melanjutkan satu per satu macan dikeluarkan dari kandang menuju ke arena di depan Pagelaran Keraton Solo. Bila macan tak mau keluar, prajurit membakar jerami di sekitar kandang-kandang.

Tujuannya supaya macan menjadi panik dan mengamuk, sehingga mau keluar dari kandang. “Jadi harimau atau macan itu dicari, diburu, ditangkap saat akan ada upacara. Jadi Keraton tidak memelihara macan-macan tersebut,” katanya.

Baca Juga: Sejarah Gladak Solo, Hewan Hasil Buruan Diseret Paksa Di Lokasi Ini

Ihwal lokasi kandang-kandang macan, menurut Dani, sampai saat ini terdapat sebuah batu yang diyakini terdapat bekas cakaran harimau. Batu itu berada di Kompleks SDN Kauman 27, tepatnya di kantin. “Kalau tak salah di kantin,” terangnya.

Konon tradisi Rampogan Macan di Keraton Solo digelar selama sekitar satu jam dengan disaksikan Raja. Tapi Raja tidak menyaksikan hingga selesai. Setelah menyaksikan Rampogan Macan beberapa saat, Raja menuju Pagelaran untuk berdiskusi dengan patihnya.

Sementara Rampogan Macan digelar mempertemukan beberapa prajurit melawan seekor macan. Setelah seekor macan tumbang, macan yang lain dikeluarkan. Begitu seterusnya hingga sekira satu jam. Saat bertarung, para prajuri pakai tombak.

Baca Juga: Wah, Ternyata Ada Makam Kuno Berusia Ratusan Tahun di Kompleks BTC Solo

“Di depan Pagelaran dibuatkan arena. Digawe istilahe kaya tanggul untuk mencegah macan bisa menerobos keluar, lalu dipagar oleh prajuti bersenjata tombak,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya