Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
Setelah ini, Tunjung menambahkan, semua pihak tentunya berharap tidak akan muncul lagi antitesa yang berkaitan dengan kondisi krisis dan itu kontradiktif bagi keraton. Jika sampai muncul antitesa, Tunjung memperkirakan dampaknya akan berkepanjangan bagi fungsi keraton pada masa kini. Upaya keraton untuk berbenah dan sebagainya akan terhambat.
Apalagi, lanjut Tunjung, saat ini masyarakat dan pemerintah dari pusat hingga daerah sudah mendukung rekonsiliasi. Karena itu, antitesa dalam bentuk skema maupun eksperimentasi apapun tidak diperlukan.
Tunjung menilai keberadaan Lembaga Adat di dalam keraton bisa menjadi antitesa. Namun demikian akan dibubarkan atau tidaknya, bolanya ada di tangan Hangabehi dan Tedjowulan. Untuk saat ini, dia berharap kondisi ini bisa dipelihara sehingga keraton sebagai pemangku kebudayaan memungkinkan munculnya kepemimpinan alternatif di saat kepemimpinan negara saat ini yang juga sedang mengalami krisis.
Mengenai komitmen pemerintah untuk melestarikan dan mengembangkan keraton, Walikota Solo, Joko Widodo sudah menegaskan komitmen pemerintah pusat, provinsi dan kota sangat jelas mendukung dengan menyediakan anggaran. “Baik itu fisik maupun non fisik, tangible maupun intangible, heritage yang ada di keraton akan dapat dukungan penuh dari pemerintah sesuai UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya,” ujar Jokowi.