Soloraya
Sabtu, 16 Mei 2020 - 14:35 WIB

Keren! 1.015 Keluarga di Sragen Ini Mundur dari PKH Karena Merasa Mampu

Tri Rahayu  /  Tika Sekar Arum  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggaran program bantuan sosial PKH di Wonogiri sejak 2011 sampai 2017. (Whisnu Paksa/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN -- Apa yang dilakukan seribuan warga Sragen ini layak dicontoh. Lantaran merasa mampu, 1.015 keluarga di Sragen mundur dari daftar penerima Program Keluarga Harapan (PKH).

Padahal, dengan menjadi penerima PKH, mereka bisa mendapatkan bantuan uang tunai dari pemerintah. Jumlah 1.015 keluarga itu merupakan akumulasi selama Januari-Mei 2020.

Advertisement

Seribuan keluarga yang mundur dari program PKH karena merasa sudah mampu itu ada yang bekerja sebagai penjual sayur, petani tebu, tukang kayu, penjual soto, dan seterusnya.

Meski PSBB, Pemprov Jatim Keluarkan Izin Salat Id di Masjid Agung Surabaya

Advertisement

Meski PSBB, Pemprov Jatim Keluarkan Izin Salat Id di Masjid Agung Surabaya

Dengan tambahan tersebut maka jumlah penerima PKH yang mundur dan graduasi karena tidak memiliki komponen PKH dan sudah sejahtera mencapai 3.945 keluarga.

Selama masa wabah virus corona atau Covid-19 (Maret-Mei), ada 202 keluarga yang mundur dari daftar penerima PKH. Mereka mundur di saat pemerintah menggelontorkan banyak bantuan untuk warga yang terdampak ekonomi karena wabah Covid-19.

Advertisement

Hukum Salat Memakai Masker, Bolehkah?

Dia mengatakan alasan mereka secara umum dari laporan pendamping PKH karena sudah mampu dan sudah mandiri. Padahal mereka ada yang bekerja sebagai pedagang, tukang bangunan, petani, dan wiraswasta.

“Mereka yang mundur ini sudah masuk program sejak 2011, 2016, 2018, dan ada yang baru masuk per 2020. Mereka dari wilayah Kecamatan Gondang, Ngrampal, dan Sukodono,” ujar dia.

Advertisement

Banyak yang Membutuhkan

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, bersyukur dengan banyaknya keluarga yang keluar dari daftar penerima PKH.

Dia mengatakan mereka berarti memahami dan menyadari bila sudah mampu dan masih banyak yang membutuhkan program bantuan tersebut.

Istri Kedua Tanggapi Wacana Patung Didi Kempot di Stasiun Solo Balapan

Advertisement

Yuni, sapaan akrabnya, saat berkunjung ke desa sempat mendapat pertanyaan terkait bantuan langsung tunai (BLT) dari dana desa (DD). Dia mengatakan ternyata BLT DD itu tidak mampu menjaring semua warga tidak mampu di desa.

Ada RT yang hanya mendapat kuota BLT DD enam orang, padahal potensi penerimanya ada 12 keluarga.

“Ada RT yang mengusulkan supaya dibabarkan [dibagi rata]. Bantuan itu kan Rp600.000/bulan untuk tiga bulan. Biar babar maka dibagi dua orang, jadi Rp300.000/keluarga. Saya tanya caranya bagaimana? Ternyata yang menerima ditanyai kalau mau dibabar dapat BLT kalau tidak mau tidak dicatat. Lalu saya sampaikan tetap tidak boleh. BLT tidak boleh dibagi rata atau dibabarkan karena setelah Covid-19 selesai akan diaudit. Kalau ada kesalahan yang kena Pak RT. Akhirnya, mereka bisa mengerti,” kata Yuni saat ditemui wartawan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif